Rabu, 17 Juli 2013

 
Marga Bouea (Anacardiaceae) di Malesia

Tri Harsono
Universitas Negeri Medan


ABSTRAK

Telah dilakukan pengamatan yang dikaitkan dengan Marga Bouea (Anacardiaceae) di Malesia berdasarkan data koleksi herbarium dan data koleksi segar. Pengamatan berkaitan dengan taksonomi, distribusi dan pemanfaatannya. Pengamatan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Kebun Raya Bogor dan Lab. Biologi FMIPA Unimed. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : (1). Marga Bouea tersebar di kawasan Malesia (Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapore, Thailand, Vietnam dan Selatan China). (2). Tumbuh pada kawasan tepi hutan, kebun warga dalam jumlah terbatas. (3) Mencakup 2 jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. (4). Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. masih memiliki variasi yang luas, sehingga membutuhkan pendekatan selain morfologi untuk memastikan status taksonominya. (5). Buah dan daun segar Bouea dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pemanfaatan kayunya yang berkualitas baik, lambatnya pertumbuhan dan terbatasnya budidaya, merupakan salah satu penyebab kelangkaan Bouea.

Kata Kunci : Anacardiaceae, Bouea, macrophylla, oppositifolia, Malesia

Marga Bouea (Anacardiaceae) di Malesia

Tri Harsono
Jurusan Biologi, FMIPA Unimed

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tro­pika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati tergolong tinggi di dunia. Termasuk juga dengan kekayaan keanekaragaman jenis buah-buahan tro­pisnya. Indonesia merupakan salah satu dari delapan pusat keanekaragaman genetika tanam­an di dunia khususnya untuk buah-buahan tropis (Sastrapradja dan Rifai 1989).  Salah satu buah-buahan tropis yang sangat khas Indonesia tersebut adalah Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) yang bahkan telah ditetapkan menjadi maskot provinsi Jawa Barat. Ding Hou (1975) melaporkan  bahwa Bouea (Anacardiaceae)  terdiri atas dua jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. Ke duanya tersebar di kawasan Malesiana, namun berdasarkan 85 spesimen  yang ada di Herbarium Bogoriense diketahui tersebar di kawasan Borneo (15 spesimen), Sumatra (21 spesimen), Jawa (24 spesimen), Peninsula Malaysia (8 spesimen), Singapore ( 1 spesimen), Thailand (2 spesimen), Vietnam ( 2 spesimen), sisanya tanpa lokasi. Berdasarkan data speseimen yang ada diketahui bahwa Bouea macrophylla Griffith hanya ditemukan di pulau Jawa, sedangkan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. ditemukan di Sumatra, Malay Peninsula, Vietnam, Thailand dan Singapore. Namun berdasarkan pengamatan spesimen yang dilakukan masih ditemukan variasi yang cukup tinggi pada Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.  asal Kalimantan pada morfologi daunnya. Tingginya jumlah lokasi peresebaran Bouea yang tumbuh di Jawa dan Sumatra memberikan gambaran bah­wa kawasan ini merupakan pusat persebaran terpen­ting untuk Bouea. Berdasarkan spesimen hidup yang berhasil diinventarisir sejauh ini ditemukan beberapa lokasi seperti Sumatra (12 lokasi), Jawa (4 lokasi), Kalimantan (5 lokasi), Ambon ( 1 lokasi).
Ditinjau dari sebaran spesimen herbarium dan sebaran spesimen hidup yang diperoleh maka diperkirakan Sumatra, Jawa dan Kalimantan merupakan satu pusat persebaran gandaria. Selain lokasi persebarannya, plasma nutfah gandaria juga terlihat cukup beragam ditinjau dari ukuran daun maupun buahnya. Sebagai salah satu buah-buahan yang dapat dimakan, di Indonesia cukup banyak ditemukan kulti­var gandaria yang berbeda satu dengan lainnya baik dalam rasa, aroma, dan warna kulit buahnya. Besarnya keanekaragaman sumber plasma nutfah Bouea spp. di Indonesia merupakan modal dasar yang sangat penting untuk pemuliaan. Dari hasil pemuliaan tanaman, diharapkan akan diperoleh bibit unggul baik dalam kualitas maupun produksi buahnya.
Buah gandaria merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang mempunyai nilai ekonomi cukup penting di beberapa pasar perdagangan seperti Ambon. Di Thailand komoditas ini bahkan memiliki nilai khusus karena sangat erotik. Indonesia tidak dilaporkan sebagai negara penghasil buah gandaria karena di negeri kita buah ini hanya terkenal di beberapa kawasan seperti Ambon, Banjarmasin dan Bogor, itupun dengan sumber produksi pohon-pohon hutan yang tersisa dan tidak ada pembudidayaan khusus. Thailand dilaporkan sebagai negara yang telah membudidayakan gandaria dengan lebih baik sehingga gandaria yang di sana dikenal dengan ma praang merupakan salah satu buah yang paling mewarnai sentra perdangan buah-buahan. Masalah ini antara lain disebabkan kualitas buah gandaria Indonesia lebih rendah apabila dibandingkan dengan gandaria yang berasal dari Thailand. Padahal Indonesia, khususnya Kaliman­tan dan Sumatra merupakan pusat persebaran maupun pusat keanekaragaman Gandaria. Kekayaan keanekaragaman jenis dan plasma nutfah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, pe­muliaan tanaman pada kerabat gandaria (Bouea oppositifolia dan Bouea macrophylla) di Indonesia perlu dilakukan  untuk menghasilkan kultivar/bibit yang unggul. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara pengumpulan data dan informasi tentang kekayaan keanekaragaman jenis dan sumber plasma nutfah gandaria di Indonesia. Tahap selanjutnya dilakukan seleksi untuk memilih jenis-jenis ataupun sumber plasma nutfah yang mempunyai nilai lebih. Dengan tersedianya kera­gaman di dalam jenis atau sumber plasma nutfah maka kultivar/bibit unggul yang diinginkan akan dapat dirakit. Bagaimana persebaran dan keanekaragaman plasma nutfah gandaria di Indonesia perlu dilakukan inventarisasi lalu dilakukan koleksi dan konservasi sehingga tersedia satu lokasi gene pool gandaria yang memungkinkan terjadinya gene flow guna menghasilkan gandaria unggulan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi. Data dan informasi tentang kerabat gandaria di Indonesia diperoleh dari (1). pengamatan spesimen herbarium yang disimpan di Herbarium Bogoriense (2). Hasil inventarisir yang dilakukan di beberapa lokasi dimana gandaria masih ditemukan dalam keadaan hidup dan Kebun Raya Bogor (3). penelusuran pustaka.
Jumlah spesi­men herbarium yang diamati adalah 85 nomor spesimen dan jumlah lokasi hidup yang diamati adalah sebanyak 15 lokasi. Untuk setiap nomor spesimen herbarium dan spesimen hidup yang diamati dilakukan pencatatan data/informasi yang mencakup tentang ciri-ciri/karakter morfologi, nama daerah/lokal, nama latin/ilmiah, lokasi, ha­bitat dan kegunaannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anacardiaceae Lindl., atau suku mangga-manggaan, mencakup lebih kurang 700 spesies dan lebih dari 82 marga, yang umumnya tersebar di daerah tropik dan beberapa marga ditemukan di daerah beriklim sedang dan dingin. Beberapa marga dari suku ini dibudidayakan dalam jumlah yang luas di dunia dan merupakan tumbuhan yang buah dan bijinya dapat dimakan, memiliki kandungan  senyawa kimia, bernilai getah dan tanaman pekarangan. Beberapa jenis seperti mangga, jambu mente, kedondong   menjadi buah kegemaran banyak orang di dunia (Pell, 2004). Mangga dan jambu mente bahkan menjadi komoditas yang paling disukai hampir di semua belahan dunia. Namun gandaria yang merupakan kerabat dekat mangga, masih terbatas popularitasnya, karena distribusi, produksi dan upaya budidaya serta terbatasnya penelitian yang dilakukan terhadap jenis ini, sehingga popularitasnya tidak sebesar kerabta dekatnya, mangga dan jambu mente. Padahal potensi yang dimilikinya cukup besar andaikata pengembangan komoditas ini terus ditingkatkan dengan berbagai penelitian, percobaan dan persilangan.
Gandaria adalah satu tumbuhan asli Indonesia yang termasuk dalam kelompok suku Anacardiaceae. Suku Anacardiaceae masih membawahi beberapa marga yang masih berkerabat dekat dengan Bouea seperti : Anacardium, Androtium, Bouea, Buchanania, Fegimanra, Gluta, Melanorrhoea, Mangifera, Swintonia (Pell, 2004)
 Gandaria (Bouea spp.) adalah satu marga dari suku Anacardiaceae, yang di beberapa daerah di Indonesia disebut dengan berbagai nama yang berbeda seperti gandaria (Jawa), jatake, gandaria (Sunda), remieu (Gayo), barania (Dayak ngaju), Asam djanar, Kedjauw lepang; Kundang rumania; Ramania hutan; Ramania pipit; Rengas; Tampusu; Tolok burung; Umpas (Kalimantan) dandoriah (Minangkabau), wetes (Sulawesi Utara), Kalawasa, rapo-rapo kebo (Makasar), buwa melawe (Bugis), ma praang, somprang (Thailand). Kundangan, kondongan, gondongan, si kundangan, rumenia, kemenya, rembunia, rumia, setar, serapoh, asam suku, medang asam, gandaria, kundang (Malaysia), Gandaria (Filipina), Marian-plum (Ingrris) adalah tanaman yang berasal dari kepulauan Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis, dan banyak dibudidayakan di Sumatera , Thailand dan Ambon, jadi masih berkisar di kawasan Malesiana.  Gandaria dimanfaatkan mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih muda sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang dapat dimakan langsung. Daun gandaria sering digunakan sebagai lalap. Sedangkan batang gandaria dapat dimanfaatkan sebagai papan dan bahan bangunan. Pada beberapa laporan diketahui bahwa kayu gandaria juga tergolong kayu yang cukup bagus untuk dijadikan sebagai sarung keris, benda pusaka tradisional dalam masyarakat pulau Jawa.
Tanaman gandaria tumbuh dengan habitus  pohon dengan ketinggian hingga 27 m dengan tajuk rapat. Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong. Waktu muda berwarna putih, kemudian berangsur ungu tua, lalu menjadi hijau tua. Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis, dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin. Keping biji berwarna lembayung (Rifai, 1991).
Pembudidayaan gandaria umumnya dilakukan di beberapa lokasi tertentu seperti Jawa Barat, Ambon, Kalimantan dan yang paling banyak melakukan pembudidayaan adalah petani-petani buah dari Thailand.  Ditinjau dari nama-nama lokal yang dikenal di Indonesia, Malaysia, maupun Thailand, maka ada lebih kurang 15 nama lokal yang diberikan kepada tanaman ini. Bahkan warga di Kalimantan penduduk setempat membedakannya menjadi ramania pipit dan ramania tembaga  yang rasanya manis dan Ramania hintalu yang rasanya asam. Petani-petani di Thailand membedakannya menjadi 3 rasa berdasarkan rasa daging buahnya yaitu ma-prang prew yang rasanya asam, ma-prang waan atau ma-prang ta it yang rasanya manis  dan ma-yong  yang rasanya manis pada saat buah matang dan mengandung sedikit asam. Rifai (1991) melaporkan bahwa berdasarkan rasa buahnya, maka di Kalimantan dikenal beberapa kultivar lokal seperti 1. Hintalu (sangat asam). 2.  Ramania pipit (manis)  3. Ramania Tembaga (manis). 
Selain di Thailand dan Kalimantan Rehatta (2005) juga melaporkan bahwa tanaman gandaria merupakan potensi kekayaan alam dari khasanah tanaman buah tropik Maluku yang sangat spesifik dan dikenal dengan exotic fruit.
Informasi tentang kultivar, varietas maupun galur-galur pada gandaria yang tersebar dan dibudiayakan di Indonesia masih sangat kurang didapatkan. Dalam beberapa pustaka hanya ditemukan  beberapa nama lokal seperti jatake, ramania dan gandaria.  Informasi yang didapatkanpun masih terbatas pada keberadaan, pemanfaatan secara lokal, dan pamasaran yang juga terjadi di pasar-pasar tradisional dan dalam waktu-waktu yang juga tertentu. Gandaria sebagai salah satu tanaman langka Indonesia, masih belum banyak diteliti. Rifai (1991) melaporkan bahwa jumlah kromosom dari tanaman ini juga belum diketahui, dan sejauh ini belum ditemukan literatur yang menjelaskan tentang keragaman kromosom dari tanaman langka maskot provinsi Jawa barat ini. Data tentang khromosom ini penting untuk memungkinkan berbagai upaya-upaya pemuliaan tanaman ini di masa datang. Munculnya varian-varian baru dalam satu hasil persilangan antar kultivar merupakan bagian adari aktivitas yang terjadi pada saat dua kromosom dari induk yang berbeda berpadu. Perpaduan inilah yang menghasilkan satu interaksi baru yang kadang-kadang memunculkan varian-varian yang berbeda dengan tetuanya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 85 nomor spesimen herbarium  kerabat gandaria (Bouea spp.)  Indonesia yang disimpan di Herbarium Bogoriense, ditemukan beberapa nama ilmiah gandaria seperti : Bouea oppositifolia, Bouea burmanica,  Bouea burmanica  var.  macrophylla  Bouea gandaria,  Bouea burmanica var.  roxburghii,  Bouea burmanica var.  microphylla. Namun setelah diadaptasikan dengan hasil penelitian Ding How (1975) dinyatakan bahwa marga Bouea hanya terdiri atas: Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.dan   Bouea macrophylla Griffith.
Berdasarkan pengamatan morfologi spesimen herbarium dan spesimen hidup, maka spesimen yang diidentifikasi sebagai  Bouea macrophylla memiliki bentuk dan ukuran daun serta bentuk dan ukuran buah yang relatif lebih seragam, hanya ada variasi-variasi dari segi ukuran dan type ujung daun. Namun jenis  dalam Bouea oppositifolia memperlihatkan sejumlah variasi yang cukup mencolok dari segi bentuk dan ukuran daun serta bentuk dan ukuran buah. Berdasarkan bentuk dan ukuran morfologi daunnya ditemukan sekitar 4 variasi pada  Bouea  oppositifolia yaitu berdaun bulat, oval, jorong dan  memita. Berdasarkan karakter morfologi  daun dari sejumlah 85 spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense setidaknya dikelompokkan menjadi 4 jenis yang berbeda. Selain morfologi daun, juga masih ditemukan variasi yang cukup signifikan pada bentuk dan ukuran buah, sehingga  hasil revisi Ding Hou (1975) ini masih membuka peluang untuk ditinjau ulang dengan menggunakan karakter selain morfologi untuk memastikan jumlah jenis pada marga Bouea.
Variasi-variasi pada morfologi daun dan buah pada varian-varian yang ada dalam marga Bouea dapat dilihat seperti tertera pada gambar di atas.

A. Morfologi Daun
Secara umum pada marga Bouea merupakan daun tunggal dan tersusun berhadapan (opposite), Daun gandaria berbentuk bundar telur memanjang sampai lanset atau jorong. Permukaan daun mengkilat dan mempunyai ujungnya yang runcing. Ukuran daunnya berkisar antara 11- 45 cm (panjang) dan 4 – 13 cm (lebar). Ciri ini umum ditemukan pada Bouea macrophylla, namun pada Bouea oppositifolia ditemukan variasi daun dari bulat, bundar telur, jorong dan memita yang kesemuanya dikelompokkan menjadi Bouea oppositifolia oleh Ding Hou (1975). 












                                     Gambar 1. Variasi Daun Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisner



          Gambar 1.                                                  Gambar 2.                                              Gambar 3
Asal Kebun Raya Bogor                          Asal Lhok Sukon (Aceh)                     Asal Kalimantan Selatan



             Gambar 4.                                            Gambar 5.                                                Gambar 6
        Asal Palembang                            Asal Ciboleger (Banten)                            Asal Lhok Seumawe
 

   

     Gambar 7.                                              Gambar 8.                                                  Gambar 9.
   Asal Ambon                                        Asal Padangbolak                                  Perbandingan  Gbr 7 & 8



B. Morfologi Buah
Umumnya buah gandaria yang masih muda berwarna hijau. Ketika mulai tua dan matang  buah berwarna kuning hingga jingga. Buah gandaria memiliki daging buah yang berair dan mengeluarkan cairan kental. Buah ini memiliki bau khas yang menyengat seperti aroma terpentin dan memiliki rasa agak asam hingga manis.
Berdasarkan hasil inventarisasi di lapangan diketahui bahwa ada beberapa variasi buah yang cukup signifikan seperti :

Tabel 2. Variasi Buah Gandaria Hasil Koleksi Segar
No

Asal

Warna buah
Ukuran Buah
Rasa Buah
Muda
Mengkal
Matang
1.
Padangbolak**
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning Kehijauan
2,8-3,5 x 2,24-2,7 cm
Manis - Asam
2.
Kebun Raya Bogor**
Hijau
Kuning
Merah
1,6-2,0 x 2,4-3,3 cm
Manis - asam
3.
Lhok Seumawe
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
4.
Lhok Sukon
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
5.
Batusangkar
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-4,2 x  2.0- 3,7 cm
Manis – asam 
6.
Pulau Bengkalis
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
7.
Jaka Baring Palembang
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
8.
Ciboleger (Banten)
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
9.
Bogor
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
10.
Ambon
Hijau
Kuning kehijauan
Kuning  kemerahan
4,2-4,8 x 4,4-5,0 cm,
Manis
11.
Desa Baru
Hijau
Kuning kehijauan
Kuning  bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis
{
 
  Catatan : ** tergolong Bouea oppositifolia


C.  Persebaran
Gandaria menyebar sejak kawasan pantai hingga dataran tinggi. Beberapa sentra pertumbuhan gandaria antara lain Pantai Carita (Jawa Barat). Kota Ambon, Sampit, Banjarmasin (Kalimantan), Padang Bolak (Sumut), Selat Panjang (Riau), dan Thailand. Di Indonesia, pembudidayaan gandaria masih dilakukan secara sambilan oleh beberapa petani di Ambon. Di Kalimantan dan Sumatera tanaman ini tumbuh liar di kawasan hutan dan tepian hutan. Sedangkan di pulau jawa dilakukan penanaman secara lokal dan ditanam sebagai tanaman sambilan di kebun atau pekarangan rumah.
Di Thailand gandaria merupakan buah-buahan favorit  dan pembudidayaannya sudah jauh Iebih maju. Kini Thailand yang juga merupakan sumber buah-buahan khas tropik terus mengembangkan komoditas gandaria. Petani-petani di Thailand membedakannya menjadi 3 rasa berdasarkan rasa daging buahnya yaitu ma-prang prew yang rasanya asam, ma-prang waan atau ma-prang ta it yang rasanya manis  dan ma-yong  yang rasanya manis pada saat buah matang dan mengandung sedikit asam.
Berdasarkan data yang diperoleh dari spesimen herbarium dan hasil koleksi segar di lapangan diketahui bahwa ada beberapa lokasi dimana gandaria ditemukan tersebar luas. Dari data spesimen herbarium lokasi persebarannya adalah Borneo, Sumatra, Jawa, Semenanjung Malaya, Singapore, Brunei, Vietnam, Thailand dan Selatan China. Semua lokasi ini merupakan bagian dari kawasan Malesia bagian barat.
Tidak ditemukan koleksi spesimen  yang berasal dari kawasan Indonesia Timur. Namun berdasarkan koleksi tanaman hidup gandaria  diketahui beberapa lokasi persebaran yang masih bertahan hingga kini seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Ambon.
Berdasarkan data sebaran di atas, tidak ditemukan adanya gandaria di kawasan Indonesia Timur, hal ini mungkin berkaitan dengan sifat bijinya yang rekalsitran serta adanya barier berupa laut dalam  di kawasan yang memisahkan Indonesia Barat dengan Indonesia Timur, sehingga membentuk flora dan fauna yang sangat khas Sulawesi. Akan tetapi sesuai dengan laporan Rehatta (2005) yang menyatakan bahwa jenis ini endemik di Ambon menimbulkan satu pertanyaan baru. Apakah gandaria memang ada di Ambon dan tidak terkoleksi oleh taksonom masa lalu, atau memang didatangkan dari kawasan Barat dengan adanya hubungan pelayaran.
Pernyataan di atas mungkin dapat dikaitkan dengan nama-nama lokal yang dimiliki oleh gandaria. Di Kalimantan nama lokalnya dikenal dengan Ramania dan merupakan makanan budaya bagi suku Dayak. Di Aceh namanya merinya dan nama ini sangat khas Aceh. Di Bengkalis diberi nama asam kundang, sama dengan Malaysia, Singapore dan Brunei, dimana wilayah ini didominasi oleh suku yang sama dikenal dengan bangsa serumpun Melayu. Di Jawa diberi nama Gandaria dan Jatake. Jadi setiap wilayah memiliki nama-nama khas yang dapat menggambarkan  asal-usul dari tanaman ini. Namun di Ambon tanaman ini diberi nama gandaria, sama dengan nama yang ada di Jawa, sehingga hal ini dapat memberikan satu asumsi bahwa gandaria yang ada di Ambon merupakan introduksi dari pulau Jawa. Secara morfologi  gandaria dari Jawa dan Ambon memiliki banyak kesamaan, kecuali pada ukuran buah yang tergolong cukup besar untuk buah yang berasal dari Ambon (Harsono, 2012).
Gandaria adalah tumbuhan tropik basah dan dapat tumbuh pada tanah yang ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl., tetapi dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam pada ketinggian sekitar 850 m dpl (Rifai, 1991).
     Dari data yang didapatkan berdasarkan spesimen herbarium, maka diketahui bahwa  gandaria ditemukan pada kawasan dataran rendah, hingga ketinggian l.k. 500 m alt.

Pemanfaatan
      Gandaria dimanfaatkan dalam berbagai bentuk dan pengolahan. Gandaria dimanfaatkan buah, daun, dan batangnya. Buah gandaria berwarna hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut-manis dan dapat dimakan langsung. Daunnya sebagai lalap. Batang gandaria dapat digunakan sebagai papan.
        Di Kalimantan, suku Dayak dan Suku Banjar juga memanfaatkan Bouea macrophylla Griffith ini sebagai sumber makanan khas daerah. Di Kalimantan gandaria dikenal dengan nama Ramania, dan juga dimanfaatkan sebagai sambal ramania yang sangat cocok dipakai untuk menemani lalapan, ayam, ikan, tahu atau tempe goreng, maupun ikan asin. Cara membuat sambal ini cukup sederhana, yaitu dengan menghaluskan bahan mentah berupa cabe rawit, bawang merah, garam, gula atau MSG sedikit, dan terasi bakar. Bila bahan tersebut sudah halus masukan buah ramania mentah yang diiris dan dimemarkan, aduk sampai merata, siap dihidangkan. Jenis sambal ini dibuat untuk sekali makan. Sambal ini cocok dikombinasikan dengan sayur rebus, lalapan, ikan bakar, ikan -goreng, daging maupun sayur berkuah.
Gandaria dimanfaatkan mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih muda banyak dimanfaatkan sebagai rujak atau sebagai campuran pada sambal gandaria yang banyak diminati di Jawa Barat (Sunda). Buah Gandaria yang masih muda dapat pula diramu menjadi rujak Kanistren yang dipergunakan dalam upacara Tebus Wetengan pada saat wanita Sunda hamil 7 bulan. Selain dibuat asinan dan sirup buah gandaria yang sudah matang juga dapat dikonsumsi (dimakan) langsung. Di Palembang gandaria muda selain dijadikan campuran sambal juga dijadikan sebagai asinan dan manisan (Harsono, 2012).
        Selain dua daerah yang memiliki pendayagunaan gandaria yang sangat khas (Jawa barat dan Kalimantan), di beberapa lokasi lain yang menjadi sentra produksi buah gandaria, komoditas ini umumnya dimanfaatkan sebagai konsumsi buah segar, dan di beberapa lokasi di kalimantan lebih dikenal dengan buah-buahan hutan, karena tidak dihasilkan lewat penanaman oleh penduduk, tetapi didapatkan dari hutan­-hutan yang berdekatan dengan lokasi tersebut. Umumnya gandaria yang didapatkan dari hutan rasanya asam, kalaupun terasa manis harus dipetik dalam keadaan yang sangat matang. Selain buahnya, warga lokal memanfaatkan batang tanaman sebagai sumber papan untuk perumahan, perabotan & kebutuhan lainnya.


Kesimpulan

(1) Marga Bouea tersebar di kawasan Malesia (Indonesia, Malaysia, Brunei, Singa pore, Thailand, Vietnam dan Selatan China).
(2)  Tumbuh pada kawasan tepi hutan, kebun warga dalam jumlah terbatas.
(3) Mencakup 2 jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.
(4) Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. masih memiliki variasi yang luas, sehingga membutuhkan pendekatan selain morfologi untuk memastikan status taksonominya.
(5) Buah dan daun segar Bouea dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pemanfaatan kayunya yang berkualitas baik, lambatnya pertumbuhan dan terbatasnya budidaya, merupakan salah satu penyebab kelangkaan Bouea.

Pustaka
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan. ttp://resepmasakandaerahku.
         blogspot. com/2011/12/sambal-ramania.html.
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan. ttp://resepmasakandaerahku.    blogspot.com/2011/12/sambal-ramania.html.
Ding Hou, 1978. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora Malesiana, Series 1. Vol. 8. p. 468.
Harsono, T. 2012. Urgency penyelamatan Plasma Nutfah Tumbuhan Langka Di Sumatra. Studi Kasus Pada Tumbuhan Gandaria. Journal Sains Indonesia Vol. 36 (1) 34-50.
Rifai, M.A. 1991. Bouea macrophylla Griffith In: Verheij, E.W.M. and Coronel, R.E. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 2: Edible fruits and nuts. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 104-105
Griffith . 1854. Bouea macrophylla  Griff., Pl. Cantor in Journal Asia Soc. Benghal : 23 (1854)
Meisnerr. 1837. Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Pl. Vasc. Gen. 2:55. 1837
Miquel. 1859. Bouea gandaria Blume ex Miq. Flora. Nedherland Indie 1(2):635. 1859
Pell., S.C. 2004.  Molecular Systematics of The Cashew Family (Anacardiaceae). Dissertasion. The Depart. of Biological Sciences. Louisiana State University
Rehatta,H.  2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macro phylla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil Penelitian.  Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.
Sastrapradja, S.D. dan M.A. Rifai. 1989. Mengenal sumber pangan nabati dan sumber plasma nutfahnya. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional dan Puslitbang Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.