GANDARIA (Bouea macrophylla Griffith) DISTRIBUSI, TAKSONOMI DAN PEMANFAAATANNYA DI INDONESIA
Diajukan Dalam Kegiatan Semirata BKS PTN Wilayah Barat
Di Unimed dan Hotel Madani Medan
Tanggal 11-12 Mei 2012
Oleh :
Drs. Tri
Harsono, M Si
Jurusan
Biologi FMIPA Unimed
SEMINAR DAN RAPAT TAHUNAN
BADAN KERJA SAMA PTN WILAYAH
BARAT
2012
ABSTRAK
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)
Distribusi, Taksonomi dan
Pemanfaaatannya Di Indonesia
Drs. Tri Harsono, M Si
Jurusan Biologi FMIPA Unimed
Tujuan penelitian adalah
melakukan kajiaan:(1) keberadaan
gandaria Indonesia (2) botani taksonomi gandaria (3).
pemanfaatan gandaria dalam kehidupan (4).
Taksonomi kultivar-kultivar gandaria. Penelitian
menggunakan berbagai sumber data (literatur, internet, komunikasi pribadi,
pengalaman). Pembahasan dikaitkan dengan permasalahan yang diulas. Simpulan
yang diambil : (1). Gandaria ditetapkan sebagai flora provinsi Jawa
Barat. Informasi tentang gandaria yang tersebar dan dibudiayakan di Indonesia
masih terbatas dilakukan, pemanfaatan dan pemasaran berlangsung lokal di pasar
tradisional dan waktu tertentu. (2)
Beberapa nama ilmiah yang pernah diberikan : Bouea oppositifolia
(Roxb.) Meisn. Bouea angustifolia Blume, Bouea burmanica Griff., Bouea burmanica
Griff. var. kurzii Pierre, Bouea burmanica
Griff. var. microphylla (Griff) Engl., Bouea burmanica Griff. var. roxburghii Pierre,
Bouea diversifolia Miq., Bouea microphylla Griff.,
Bouea mysinoides Blume, Mangifera oppositifolia Roxb., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. microphylla (Griff.) Merr., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. roxburghii (Pierre) Tard., Matania laotica Gagnep, Tropidopetalum javanicum Turcz. Nama yang benar adalah Bouea macrophylla
Griffith (3). Nama-nama lokal gandaria
: gandaria, jatake, remieu,
barania, asam djanar, kedjauw
lepang, kundang rumania, ramania hutan, rambania, ramania pipit, rengas,
tampusu, tolok burung, umpas, dandoriah, wetes, kalawasa,
rapo-rapo kebo, buwa melawe, ma praang, somprang,
kundangan, kondongan, gondongan, si kundangan, rumenia, kemenya, rembunia,
rumia, setar, serapoh, asam suku, medang asam. Bagian yang dimanfaatkan adalah buah, daun, dan batang
untuk berbagai kebutuhan hidup kelompok etnis. (4). Masalah taksonomi gandaria yang
perlu segera diteliti adalah batasan kultivar gandaria (Bouea macrophylla
Grifith) yang ada di kawasan Malesiana.
ABSTRACT
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)
The Distribution, Taxonomy and Utility In Indonesia
Drs. Tri Harsono, M Si
Biology Departement, FMIPA
Unimed
The objectives of this research are to do the review about: (1) The
existence of gandaria in Indonesia, (2) Botanical taxonomy of gandaria, (3) The
benefits of gandaria for life, (4) Taxonomy of gandaria cultivar. This research
use various resources of data (literature, internet, personal communication,
experience). The discussion is related to the reviewed problem. The conclusions
are: (1) Gandaria is stated as the flora of West Java Province. The information
about the distributed and cultivated gandaria in Indonesia is still limited to
be done, the using and distributing takes place in local area, in the
traditional market and in the certain time. (2) Some of the scientific name
that had given: Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Bouea angustifolia
Blume, Bouea burmanica Griff., Bouea burmanica Griff. var. kurzii Pierre, Bouea burmanica Griff. var. microphylla (Griff)
Engl., Bouea burmanica Griff. var. roxburghii Pierre, Bouea diversifolia Miq., Bouea microphylla Griff.,
Bouea mysinoides Blume, Mangifera oppositifolia Roxb., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. microphylla (Griff.) Merr., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. roxburghii (Pierre) Tard., Matania laotica Gagnep, Tropidopetalum javanicum Turcz. The right name is
Bouea macrophylla
Griffith. (3) The local names of
gandaria: gandaria, jatake, remieu, barania, asam djanar, kedjauw lepang, kundang
rumania, ramania hutan, rambania, ramania pipit, rengas, tampusu, tolok burung,
umpas, dandoriah, wetes, kalawasa, rapo-rapo
kebo, buwa melawe, ma praang, somprang, kundangan,
kondongan, gondongan, si kundangan, rumenia, kemenya, rembunia, rumia, setar,
serapoh, asam suku, medang asam. The benefits parts are : fruit, leaf, and
stem for every life needs in ethnical
group. (4). The taxonomy problem of gandaria that have to be reviewed
immadiately in the limit of gandaria cultivar which is located in Malesiana
region.
Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)
Distribusi, Taksonomi dan
Pemanfaaatannya Di Indonesia
Drs. Tri Harsono, M Si
Jurusan Biologi FMIPA Unimed
1.1. Pendahuluan
Gandaria (Bouea macrophylla
Griffith) adalah satu spesies dari suku Anacardiaceae, yang di beberapa daerah di Indonesia disebut dengan
berbagai nama yang berbeda seperti gandaria (Jawa), jatake, gandaria
(Sunda), remieu (Gayo), barania (Dayak ngaju), Asam djanar,
Kedjauw lepang; Kundang rumania; Ramania hutan; Ramania pipit; Rengas; Tampusu;
Tolok burung; Umpas (Kalimantan) dandoriah (Minangkabau), wetes
(Sulawesi Utara), Kalawasa, rapo-rapo kebo (Makasar), buwa
melawe (Bugis), ma praang, somprang (Thailand). Kundangan,
kondongan, gondongan, si kundangan, rumenia, kemenya, rembunia, rumia, setar,
serapoh, asam suku, medang asam, gandaria, kundang (Malaysia), Gandaria
(Filipina), Marian-plum (Ingrris) adalah tanaman yang berasal dari kepulauan Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini
tumbuh di daerah tropis, dan banyak
dibudidayakan di Sumatera , Thailand
dan Ambon, jadi masih berkisar di kawasan Malesiana. Gandaria
dimanfaatkan buah, daun, dan batangnya. Buah gandaria berwarna
hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal
gandaria. Buah gandaria yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut-manis
dan dapat dimakan langsung. Daunnya digunakan sebagai lalap. Batang gandaria
dapat digunakan sebagai papan.
Tanaman gandaria tumbuh dengan habitus pohon dengan
ketinggian hingga 27 m dengan tajuk rapat. Daunnya tunggal, berbentuk bundar
telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong. Waktu muda berwarna putih,
kemudian berangsur ungu tua, lalu menjadi hijau tua. Perbungaannya malai,
muncul di ketiak daun, Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat,
berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya
mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis,
dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin. Keping biji berwarna
lembayung. Gandaria adalah tumbuhan tropik basah dan dapat tumbuh pada tanah
yang ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl.,
tetapi dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam pada ketinggian sekitar 850 m
dpl (Rifai, 1992).
Pembudidayaan gandaria umumnya dilakukan di beberapa
lokasi tertentu seperti Jawa Barat, Ambon, Kalimantan dan yang paling banyak
melakukan pembudidayaan adalah petani-petani buah dari Thailand. Ditinjau
dari nama-nama lokal yang dikenal di Indonesia, Malaysia, maupun Thailand, maka
ada lebih kurang 15 nama lokal yang diberikan kepada tanaman ini. Bahkan warga
di Kalimantan penduduk setempat membedakannya menjadi ramania pipit dan ramania
tembaga yang rasanya manis dan Ramania
hintalu yang rasanya asam. Petani-petani di Thailand membedakannya menjadi
3 rasa berdasarkan rasa daging buahnya yaitu ma-prang prew yang rasanya
asam, ma-prang waan atau ma-prang ta it yang rasanya manis dan ma-yong yang rasanya manis pada saat buah matang dan
mengandung sedikit asam. Rifai (1992) melaporkan bahwa berdasarkan rasa
buahnya, maka di Kalimantan dikenal beberapa kultivar lokal seperti 1. Hintalu
(sangat asam). 2. Ramania pipit
(manis) 3. Ramania Tembaga
(manis). Di Thailand, tanaman ini dikenal dengan Bouea oppositifolia (Roxb.) Meissner yang juga merupakan synonim
dari Bouea macrophylla Griffith dan Bouea burmanica
Griffith dengan buah yang juga dapat dimakan, tetapi ukurannya lebih kecil dan
lebih asam, dikenal dengan nama kultivar lokal ma-praang.
Selain di
Thailand dan Kalimantan Rehatta (2005) juga melaporkan bahwa tanaman gandaria
merupakan potensi kekayaan alam dari khasanah tanaman buah tropik Maluku yang
sangat spesifik dan dikenal dengan exotic fruit. Berdasarkan hasil
penelitiannya, dinyatakan bahwa Desa Soya, Kec. Sirimau, Kota Ambon diketahui
bahwa : 1. Gandaria tersebar pada beberapa karakteristik fisiografi, bentuk
pengusahaan dan keadaan lingkungan. (2). Jumlah populasinya cukup banyak dan
mempunyai kerapatan maupun frekuensi
tinggi. (3). Desa soya berpotensi untuk pengembangan tanaman gandaria.
Informasi
tentang kultivar, varietas maupun galur-galur pada gandaria yang tersebar dan
dibudiayakan di Indonesia masih sangat kurang didapatkan. Dalam beberapa
pustaka hanya ditemukan beberapa nama
lokal seperti jatake, ramania dan gandaria. Informasi yang didapatkanpun masih terbatas
pada keberadaan, pemanfaatan secara lokal, dan pamasaran yang juga terjadi di
pasar-pasar tradisional dan dalam waktu-waktu yang juga tertentu. Gandaria sebagai salah satu tanaman langka Indonesia,
masih belum banyak diteliti. Rifai (1992) melaporkan bahwa jumlah kromosom dari
tanaman ini juga belum diketahui, dan sejauh ini belum ditemukan literatur yang
menjelaskan tentang keragaman kromosom dari tanaman langka maskot provinsi Jawa
barat ini. Data tentang khromosom ini penting untuk memungkinkan berbagai
upaya-upaya pemuliaan tanaman ini di masa datang. Munculnya varian-varian baru
dalam satu hasil persilangan antar kultivar merupakan bagian adari aktivitas
yang terjadi pada saat dua kromosom dari induk yang berbeda berpadu. Perpaduan
inilah yang menghasilkan satu interaksi baru yang kadang-kadang memunculkan
varian-varian yang berbeda dengan tetuanya.
1.2. Permasalahan
Melihat peluang
pengembangan gandaria (Bouea macrophylla
Griffith) di masa datang serta masih terbatasnya penelitian dan pembahasan yang
dilakukan para ahli botani terhadap salah satu tanaman langka khas Indonesia
ini, maka permasalahan yang hendak diulas dalam tulisan berikut ini adalah : (1).
Bagaimana keberadaan gandaria di Indonesia ?
(2). Bagaimana gambaran botani taksonomi gandaria (3). Bagaimana gambaran penamaan kultivar
lokal gandaria (4). Bagaimana upaya-upaya pemanfaatan gandaria dalam
kehidupan kelompok etnis di Indonesia ? (5). Masalah-masalah taksonomi
kultivar-kultivar gandaria Indonesia.
Penulisan naskah tentang gandaria ini dilakukan dengan
cara melakukan analisis dan pembahasan tentang gandaria berdasarkan 5
permasalahan yang diajukan dengan menggunakan berbagai sumber data seperti
literatur, data-data gandaria yang diakses dari internet, data-data komunikasi
pribadi tentang berbagai nara sumber, pengalaman penulis, kaitan satu
pengalaman dibandingkan dengan pengalaman lain pada komoditas yang berbeda, dan
berbagai masukan serta komentar dari beberapa pembaca yang sempat memberikan
komentar atas naskah yang telah disusun ini.
1.3. Pembahasan
1.3.1.
Keberadaan Gandaria di Indonesia
Anacardiaceae Lindl., atau suku mangga-manggaan, mencakup lebih kurang
700 spesies dan lebih dari 82 marga, yang umumnya tersebar di daerah tropik dan
beberapa marga ditemukan di daerah beriklim sedang dan dingin. Beberapa marga
dari suku ini dibudidayakan dalam jumlah yang luas di dunia dan merupakan
tumbuhan yang buah dan bijinya dapat dimakan, memiliki kandungan senyawa kimia, bernilai getah dan tanaman
pekarangan. Beberapa jenis seperti mangga, jambu mente, kedondong menjadi buah kegemaran banyak orang di dunia
(Pell, 2004). Mangga dan jambu mente
bahkan menjadi komoditas yang paling disukai hampir di semua belahan dunia.
Namun gandaria yang merupakan kerabat dekat mangga, masih terbatas
popularitasnya, karena distribusi, produksi dan upaya budidaya serta
terbatasnya penelitian yang dilakukan terhadap jenis ini, sehingga
popularitasnya tidak sebesar kerabta dekatnya, mangga dan jambu mente. Padahal
potensi yang dimilikinya cukup besar andaikata pengembangan komoditas ini terus
ditingkatkan dengan berbagai penelitian, percobaan dan persilangan.
Gandaria adalah
satu tumbuhan asli
Indonesia yang termasuk dalam kelompok suku Anacardiaceae. Suku Anacardiaceae
masih membawahi beberapa marga yang masih berkerabat dekat dengan Bouea
seperti : Anacardium, Androtium, Bouea, Buchanania, Fegimanra, Gluta,
Melanorrhoea, Mangifera, Swintonia (Pell, 2004)
Gandaria merupakan nama pohon dan buah yang mempunyai nama latin
(ilmiah) Bouea macrophylla. Pohon gandaria juga ditetapkan sebagai
flora identitas dari provinsi Jawa Barat, mendampingi macan tutul
(Panthera pardus) yang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi
Jawa Barat. Pohon gandaria (Bouea macrophylla) disebut juga sebagai ramania
atau kundangan di beberapa daerah di Indonesia disebut dengan berbagai
nama yang berbeda seperti gandaria (Jawa), jatake, gandaria
(Sunda), remieu (Gayo), barania (Dayak ngaju), dandoriah
(Minangkabau), wetes (Sulawesi Utara), Kalawasa, rapo-rapo
kebo (Makasar), buwa melawe (Bugis). (Anonim, 2010, http://alamendah.files.wordpress.com/2010/06).
Banyaknya muncul nama-nama kultivar lokal ini memperlihatkan tingginya
pemanfaatan tanaman gandaria dalam kehidupan kelompok etnis di Indonesia. Namun
keterbatasan penelitian dan laporan ilmiah mengakibatkan banyak potensinya yang
tidak tergarap, bahkan tanaman ini dilaporkan sebagai tanaman langka Indonesia
(Mogea, et al, 2005).
Gandaria dimanfaatkan
mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih muda sering
dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang
matang dapat dimakan langsung. Daun gandaria sering digunakan sebagai lalap.
Sedangkan batang gandaria dapat dimanfaatkan sebagai papan dan bahan bangunan.
Pada beberapa laporan diketahui bahwa kayu gandaria juga tergolong kayu yang
cukup bagus untuk dijadikan sebagai sarung keris, benda pusaka tradisional
dalam masyarakat pulau Jawa.
Ciri-ciri
dari tanaman gandaria (Bouea macrophylla) mempunyai tinggi hingga mencapai 27
meter. Pohon yang ditetapkan sebagai flora identitas Jawa Barat
ini memiliki tajuk yang membulat, rimbun dengan untaian daunnya yang berjuntai.
Pohon ini lambat pertumbuhannya. Daun gandaria berbentuk bundar telur memanjang
sampai lanset atau jorong. Permukaan daun mengkilat dan mempunyai ujungnya yang
runcing. Ukuran daunnya berkisar antara 11- 45 cm (panjang) dan 4 – 13 cm
(lebar). Bunga gandaria muncul dari ketiak daun dan berbentuk malai. Bunga
berwarna kekuningan yang kemudian berubah kecoklatan. Buah gandaria berbentuk
agak bulat dengan diameter antara 2.5-5 cm. Buah gandaria yang masih muda
berwarna hijau. Ketika mulai tua dan matang buah berwarna kuning hingga jingga.
Buah gandaria memiliki daging buah yang mengeluarkan cairan kental. Buah ini
memiliki bau khas yang menyengat dan memiliki rasa agak asam hingga manis.
Habitat dan Persebaran. Tanaman gandaria
(Bouea macrophylla Griffith)
merupakan tumbuhan asli Indonesia yang juga terdapat di semenanjung Malaysia
dan Thailand, Selatan China, Indochina, Myanmar, Pulau Andaman. Di Indonesia
tanaman ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Pohon
gandaria tumbuh di daerah beriklim tropis yang basah. Secara alami, tumbuhan
yang menjadi flora identitas provinsi Jawa barat ini tumbuh di daerah dataran
rendah hingga pada ketinggian 300 meter dpl. Namun pada tanaman yang
dibudidayakan, gandaria mampu tumbuh dengan baik hingga ketinggian 850 meter
dpl.
1.3.2.
Botani Taksonomi
Gandaria
Gandaria
sebagai satu spesies saat ini sudah ditetapkan secara baku. Namun dalam
perjalanan taksonominya, gandaria
mengalami banyak pergantian nama baik dalam tingkaan spesies maupun dalam
tingkatan marga. Karena kemiripannya dengan mangga, maka jenis ini pernah
dikelompokkan dalam marga Mangifera, yaitu Mangifera oppositifolia
Roxb.
Namun dengan
ditemukannya tambahan data-data hasil penelitian yang lebih lengkap yang secara
nyata dapat memperlihatkan perbedaan antara jenis gandaria dengan jenis mangga,
maka gandaria sebagai Mangifera dipindahkan marganya menjadi Bouea
dengan beberapa synonimnya. Beberapa nama yang pernah diberikan kepada jenis
ini antara lain : Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Bouea
angustifolia Blume, Bouea burmanica
Griff., Bouea burmanica Griff. var. kurzii
Pierre, Bouea burmanica Griff. var. microphylla
(Griff) Engl., Bouea burmanica Griff. var. roxburghii
Pierre, Bouea diversifolia Miq., Bouea microphylla
Griff., Bouea mysinoides Blume, Mangifera
oppositifolia Roxb., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. microphylla (Griff.) Merr., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. roxburghii (Pierre) Tard., Matania laotica
Gagnep, Tropidopetalum javanicum Turcz. Namun berdasarkan
revisi terakhir, maka diketahui bahwa nama yang benar untuk gandaria
adalah Bouea macrophylla Griffith (Rifai, 1992).
Secara taksonomi, Bouea memiliki banyak
nama ilmiah, yang merupakan synonim dari Bouea macrophylla
Griffith yang ditetapkan sebagai nama yang benar (The correct name) untuk jenis
gandaria. Beberapa nama lain yang pernah dipublikasikan untuk jenis yang sama
ini antara lain : Bouea
oppositifolia (Roxb.) Meisn. Bouea angustifolia Blume, Bouea burmanica Griff., Bouea burmanica
Griff. var. kurzii Pierre, Bouea burmanica
Griff. var. microphylla (Griff) Engl., Bouea burmanica Griff. var. roxburghii Pierre,
Bouea diversifolia Miq., Bouea microphylla Griff.,
Bouea mysinoides Blume, Mangifera oppositifolia Roxb., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. microphylla (Griff.) Merr., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. roxburghii (Pierre) Tard., Matania laotica Gagnep, Tropidopetalum
javanicum Turcz. Nama
yang benar adalah Bouea macrophylla Griffith.
Secara taksonomi tidak dijumpai permasalahan batasan jenis pada Marga Bouea,
namun pada tingkatan di bawah jenis ditemukan banyak keragaman yang dikenal
dari banyaknya nama lokal yang mengacu kepada jenis ini serta adanya perbedaan
rasa pada daging buahnya.
Gandaria mudah beradaptasi pada lingkungan budidayanya
dan merupakan salah satu komoditas buah-buahan tropis yang berpotensi baik,
sehingga ditetapkan menjadi flora untuk Provinsi Jawa Barat. Gandari telah
dibudidayakan dalam waktu yang cukup lama dan menjadi bagian dari budaya lokal
dimana tumbuhan ini ditemukan, sehingga penyebutan nama tumbuhan ini menjadi
beraneka ragam. Penyebutan nama gandaria yang berbeda-beda tersebut merupakan satu cerminan asal usul dan
persebarannya. Nama-nama yang diberikan untuk gandaria lebih mengikuti pola
penamaan yang berkembang di kawasan Asia Tenggara sesuai dengan daerah dan
negara asalnya.
1.3.3. Penamaan
lokal gandaria
Di Asia Tenggara dikenal
serangkaian nama-nama seperti : gandaria, jatake,
remieu, barania, asam djanar, kedjauw lepang, kundang
rumania, ramania hutan, ramania pipit, rengas, tampusu, tolok burung, Umpas, dandoriah,
wetes, Kalawasa, rapo-rapo kebo, buwa melawe,
ma praang, somprang, kundangan, kondongan, gondongan, si kundangan,
rumenia, kemenya, rembunia, rumia, setar, serapoh, asam suku, medang asam
(Heyne, 1927; Rifai, 1992; Rehatta, 2005; ).
Munculnya kerancuan atau perbedaan penamaan gandaria (Bouea
macrophylla Griffith) yang menggunakan berbagai kriteria seperti rasa
daging buah, atau warna kulit buah matang dimungkinkan oleh plastisitas
morfologi yang besar antara
kultivar-kultivar gandaria yang ada di sentra pertumbuhannya yang
dimungkinkan oleh adanya perkawinan silang antar kultivar, sehingga
menghasilkan bentuk-bentuk antara yang sulit dibuat batasan kultivarnya. Di
sisi lain untuk tujuan pendayagunaan,
pengelolaan dan konservasi plasma nutfah gandaria memerlukan kejelasan nama
dan batasan kultivar.
Identifikasi,
karakterisasi dan evaluasi kultivar dalam jenis gandaria (Bouea macrophylla
Griffith) belum pernah dilakukan, terutama untuk kultivar-kultivar yang ada di
Indonesia. Sebagian kultivar yang ada di Kalimantan telah dilakukan
identifikasi secara lokal oleh penduduk asli sehingga dikenal adanya hintalu,
ramania pipit, ramania tembaga, ramania
harang. Adanya pertautan ciri antara
kultivar gandaria dan besarnya
plastisitas ciri morfologi menjadi salah satu penyebab sulitnya dilakukan
pembatasan kultivar dalam jenis gandaria, sehingga perlu didukung oleh sumber
data dengan pendekatan lain yang lebih komprehensif.
Pemberian
nama untuk jenis ini dalam beberapa versi nama lokal memperlihatkan bahwa
gandaria merupakan jenis yang dikenal di banyak daerah di sentra produksi
kawasan Malesiana. Pemberian nama lokal oleh penduduk setempat ternyata banyak
juga yang memiliki arti dan sekaligus memperlihatkan ciri yang berbeda antara
satu tanaman dengan tanaman yang lain.
Di Kalimantan
tanaman ini dikenal dengan nama ramania. Rifai (1992) melaporkan bahwa
berdasarkan rasa daging buahnya dikenal adanya : Ramania pipit
yang rasanya manis dan ramania hintalu
(Dicirikan dengan bentuk buah yang bundar, besar, warna kulit buah kuning
mulus, rasa buahnya yang manis). Selain dua kultivar tersebut, dikenal juga dua nama kultivar lokal lainnya
yaitu ramania tembaga dan ramania harang
yang dicirikan dengan warna
kulit buah kuning berbintik-bintik hitam, berukuran agak kecil. Rasa manis
(Saleh dkk, 2005).
. Jadi
dengan mengacu nama lokal yang diberikan penduduk sudah dapat dipastikan bawah
di sana dikenal adanya dua kultivar lokal yang memang sangat berbeda dari segi
rasa.
Di Jawa
Barat, dikenal dengan nama gandaria atau
juga jatake. Namun yang ditemukan di Jawa Barat umumnya terasa asam dan dimanfaatkan pada
saat buah masih muda. Pemanfaatannya sebagai sambal gandaria
yang merupakan hidangan khas penduduk Jawa Barat yang sangat dikenal.
Pemanfaatan gandaria sebagai sambal juga dikenal oleh suku Dayak dan Suku
Banjar di Kalimantan. Mereka memanfaatkannya sebagai sambal ramania.
Selain di
Jawa Barat dan Kalimantan, di Thailand juga dikenal adanya beberapa kultivar
lokal yang juga dibedakan berdasarkan rasa daging buahnya yaitu :
1. Ma-praang
prew yaitu gandaria yang rasanya sangat asam. Dilaporkan burung
juga tidak mau memakannya setelah merasakan sangat asam. Kultivar ini ditemukan
lira di hutan-hutan Thailand dan tidak dibudidayakan. Tetapi dapat juga
dikonsumsi setelah ditambahkan dengan garam atau gula.
2. Ma-praang
waan. Kultivar ini merupakan kultivar yang sangat banyak dibudi dayakan
di Thailand. Penanaman berdasarkan type-type. Beberapa klone telah diseleksi
untuk berdasarkan ukuran buah dan rasa buah. Klone yang sangat dikenal dengan
nama ma-praang Ta-it ini, diseleksi dari daerah Ta-it, Provinsi
Nothaburi lebih dari 100 tahun yang lalu, dan masih populer sampai sekarang.
3. Ma-yong.
Kultivar ini mirip dengan ma-praang waan atau sweet ma-praang. Perbedaanya
hanya terletak pada rasa buah matang.
Mayong yang matang memiliki sedikit rasa asam. Dikenal adanya ma-yong
chid, satu clone yang menghasilkan buah dengan rasa manis dan
sedikit rasa asam. Di Thailand beberapa petani lebih menyukai ma-yong chid
dibandingkan ma-praang.
Berdasarkan
data-data hasil klassifikasi lokal oleh penduduk yang wilayahnya menjadi sentra produksi dari
gandaria, maka diketahui ada beberapa pemberian nama kultivar lokal yang
memiliki dara pengelompokan yang cukup jelas dan berlaku umum, namun apakah
memang dapat dipisahkan menjadi beberapa kultivar lokal, masih harus dilakukan
pendataan secara lebih lengkap dengan melakukan observasi pada ke semua
kultivar lokal yang dikenal saat ini. Dari sejumalh 35 nama lokal yang dikenal
untuk gandaria, maka ada 7 kultivar yang paling dikenal saat ini yaitu : ().
Ramania hintalu, (2). ramania
pipit, (3). ramania herang, (4). ramania tembaga (Dari Kalimantan) (5). Ma-praang prew, (6). Ma-praang waan, (7). Ma-praang Ta-it, (8). Ma – yong, (9). Ma-yong Chid (Thailand).
1.3.4.
Pemanfaatan gandaria dalam kehidupan
Gandaria dimanfaatkan
mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih muda banyak
dimanfaatkan sebagai rujak atau sebagai campuran pada sambal gandaria yang
banyak diminati di Jawa Barat (Sunda).
Buah Gandaria yang masih
muda dapat pula diramu menjadi rujak Kanistren yang dipergunakan dalam
upacara Tebus Wetengan pada saat wanita sunda hamil 7 bulan. Selain
dibuat asinan dan sirup buah gandaria yang sudah matang juga dapat dikonsumsi
(dimakan) langsung. Daun gandaria yang masih muda sering kali dimanfaatkan
sebagai lalap. Sedangkan batang pohon gandaria bisa digunakan sebagai papan dan
bahan bangunan lainnya. Di samping manfaat dari buah, daun, dan batang (kayu)
gandaria. Pohon ini juga cocok ditanam di halaman sebagai tanaman peneduh
karena memiliki tajuk yang lebat. Kayu tanaman ini dapat digunakan untuk sarung
keris dan untuk bahan bangunan. Sebagai tumbuhan perenial yang hidupnya
menahun, diperkirakan baru berbuah setelah berumur 8-12 tahun, maka gandaria
memiliki banyak hal yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Kualitas
kayu yang dihasilkan, memang masih tergolong kayu kelas menengah.
Di Jawa
barat, tanaman ini sangat dikenal, terutama dengan pemanfaatannya sebagai
sambal gandaria. Cara membuat sambal gandaria cukup mudah. Yang dibutuhkan sama
dengan bahan-bahan untuk membuat sambal terasi biasa yakni, cabe (merah
keriting, campur cabe rawit merah/hijau),
terasi (jenis apa saja, tapi saya paling suka terasi Bangka, atau kalau
tidak terasi dari Jawa Timur), tomat,
garam & gula merah. Cabai dan tomat kita rebus sebentar agar lunak, lalu
diulek hingga halus bersama terasi matang (boleh dibakar atau digoreng), garam
dan gula merah. Setelah halus, lalu masukkan daging buah gandaria dan ulek
kasar. Hidangkan bersama lalapan yang segar.
Kandungan
rasa asam pada daging buahnya yang masih muda, dilaporkan sangat merangsang
selera makan, apalagi jika dilengkapi dengan produk makanan lainnya seperti
ikan bakar, ikan goreng dan lain sebagainya. Rasa asam yang terkandung pada
buah muda gandaria diperkirakan akan merangsang kelenjar ludah dibawah telinga
(glandula saliva parotis) untuk mengeluarkan sekretnya. Di dalam sistem
pencernaan makanan, salah satu fungsi ludah adalah untuk membantu sistem
pencernaan makanan. Namun tidak semua rasa asam dapat merangsang kelenjar ludah
di bawah telinga untuk menghasilkan sekretnya. Dengan dikeluarkannya sekret
dari glandula saliva parotis tersebut, timbul rangsangan untuk makan bagi siapa
saja yang mengkonsumsinya. Hal ini sepertinya berkaitan erat dengan penggunaan andaliman Zanthoxylum
acanthopodium (Rutaceae) dalam makanan khas Batak yang
bernama arsik. Arsik juga merupakan panganan yang sangat merangsang napsu makan
orang yang mengkonsumsinya. Diperkirakan kandungan rasa asam pada andaliman
yang berperan dalam merangsang sekret glandula saliva parotis untuk keluar
(Harsono, 2011).
Di beberapa
sentra produksi Indonesia, buah dari
tanaman ini diperdagangkan di sentra-sentra perdagangan. Umumnya buah
gandaria diperdagnagkan sesuai musimnya. Musim buah matang berkisar antara
bulan Desember hingga bulan Februari. Namun ada juga yang dipasarkan dalam
keadaan buah muda untuk dijadikan
sebagai bahan baku sambal. Di Kalimantan, suku Dayak dan Suku Banjar juga
memanfaatkan Bouea macrophylla Griffith ini sebagai sumber
makanan khas daerah. Di Kalimantan gandaria dikenal dengan nama Ramania, dan
juga dimanfaatkan sebagai sambal ramania yang sangat cocok dipakai untuk
menemani lalapan, ayam, ikan, tahu atau tempe goreng, maupun ikan asin. Cara membuat sambal ini cukup sederhana, yaitu
dengan menghaluskan bahan mentah berupa cabe rawit, bawang merah, garam, gula atau
MSG sedikit, dan terasi bakar. Bila bahan tersebut sudah halus masukan buah
ramania mentah yang diiris dan dimemarkan, aduk sampai merata, siap
dihidangkan. Jenis sambal ini dibuat untuk sekali makan. Sambal ini cocok
dikombinasikan dengan sayur rebus, lalapan, ikan bakar, ikan goreng, daging
maupun sayur berkuah.
Selain dua
daerah yang memiliki pendayagunaan gandaria yang sangat khas (Jawa barat dan
Kalimantan) , di beberapa lokasi lain
yang menjadi sentra produksi buah gandaria, komoditas ini umumnya
dimanfaatkan sebagai konsumsi buah segar, dan di beberapa lokasi di kalimantan
lebih dikenal dengan buah-buahan hutan, karena tidak dihasilkan lewat penanaman
oleh penduduk, tetapi didapatkan dari hutan-hutan yang berdekatan dengan lokasi
tersebut. Umumnya gandaria yang didapatkan dari hutan rasanya asam, kalaupun
terasa manis harus dipetik dalam keadaan yang sangat matang. Selain buahnya,
warga lokal memanfaatkan batang tanaman sebagai sumber papan untuk perumahan,
perabotan & kebutuhan lainnya.
1.3.5..
Masalah-masalah penelitian pada Gandaria
Eksploitasi tanaman Gandaria (Bouea macrophylla
Griffith) oleh manusia di sentra-sentra
produksinya masih sangat terbatas pada pemanfaatan buahnya sebagai makanan yang
dikonsumsi dalam keadaan segar. Karena masih sedikitnya eksploitasi terhadap
komoditas ini, maka kepopulerannya masih sangat terbatas di sentra sentra
produksi saja (Kalimantan, Jawa Barat, Thailand). Di luar daerah tersebut
gandaria hampir tidak dikenal. Padahal potensi tanaman yang sangat eksotis ini
sedemikian besarnya. Hal ini membuka peluang bagi dilaksanakannya penelitian-penelitian baru yang berkaitan
dengan gandaria antara lain :
1.
Batasan – batasan
kultivar dari gandaria (Bouea macrophylla Grifith)
perlu dilakukan dengan menggunakan berbagai penciri khas seperti anatomi,
sitologi, E-RAPD, RAPD, cpDNA trnL-transgenic spacer, isoenzym, kandungan kimia
zat terutama metabolit sekunder.
2.
Pemanfaatan
gandaria dalam kehidupan masyarakat pedesaan di sentra-sentra produksi
(Analisis etnobotani).
3.
Inventarisasi dan
identifikasi tanaman gandaria Indonesia untuk melakukan seleksi guna
menghasilkan kultivar-kultivar unggul lokal.
4.
Persilangan antar
kultivar guna menghasilkan varian-vaian baru yang lebih berdaya saing.
5.
Peluang
keberhasilan persilangan antara Bouea dengan Mangifera
untuk mendapatkan varian-varian baru yang memiliki buah berukuran lebih besar.
6.
Pengamatan kromosom
(jumlah kromosom 2n, basic chromosome number, karyotype) pada tanaman gandaria
(Bouea macrophylla Griffith).
1.4. Kesimpulan
Beberapa simpulan dan saran yang dapat diambil
berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan antara lain : : (1). Gandaria ditetapkan sebagai
flora provinsi Jawa Barat. Informasi tentang gandaria yang tersebar dan
dibudiayakan di Indonesia masih terbatas dilakukan, pemanfaatan dan
pemasaran berlangsung lokal di pasar tradisional dan waktu tertentu. (2) Beberapa nama ilmiah yang pernah diberikan : Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Bouea angustifolia
Blume, Bouea burmanica Griff., Bouea burmanica Griff. var. kurzii Pierre, Bouea burmanica Griff. var. microphylla (Griff)
Engl., Bouea burmanica Griff. var. roxburghii Pierre, Bouea diversifolia Miq., Bouea microphylla Griff.,
Bouea mysinoides Blume, Mangifera oppositifolia Roxb., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. microphylla (Griff.) Merr., Mangifera oppositifolia
Roxb. var. roxburghii (Pierre) Tard., Matania laotica Gagnep, Tropidopetalum javanicum Turcz. Nama yang benar adalah Bouea macrophylla
Griffith (3). Nama-nama lokal
gandaria : gandaria, jatake,
remieu, barania, asam
djanar, kedjauw lepang, kundang rumania, ramania hutan, rambania, ramania
pipit, rengas, tampusu, tolok burung, umpas, dandoriah, wetes,
Kalawasa, rapo-rapo kebo, buwa melawe, ma
praang, somprang, kundangan, kondongan, gondongan, si kundangan, rumenia,
kemenya, rembunia, rumia, setar, serapoh, asam suku, medang asam. Bagian
yang dimanfaatkan adalah buah, daun, dan
batang untuk berbagai kebutuhan hidup kelompok etnis. (4). Masalah taksonomi gandaria yang
perlu segera diteliti adalah batasan kultivar gandaria (Bouea macrophylla
Grifith) yang ada di kawasan Malesiana.
1.5. Daftar Pustaka
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan.
ttp://resepmasakandaerahku.
blogspot.
com/2011/12/sambal-ramania.html.
Anonim, 2010, Gandaria (Bouea macrophylla) http://alamendah.files.wordpress.
com/2010/06
Anonim, 2008, Gandaria,
http://id.wikipedia.org/wiki/
Gandaria, 4 Februari 2008
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan.
ttp://resepmasakandaerahku.
blogspot.com/2011/12/sambal-ramania.html.
Griffith . 1854. Bouea
macrophylla Griff., Pl. Cantor in Journal Asia Soc.
Benghal : 23 (1854)
Heyne, K. 1927. De Nuttige Planten Van Netherlands Indie. Vol. 2 967-969.
Gedruke by Ruygrok & Co. Batavia
Meisnerr. 1837. Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Pl. vasc. gen.
2:55. 1837
Miquel. 1859. Bouea gandaria Blume ex Miq. Flora. Nedherland Indie
1(2):635. 1859
Pell., S.C. 2004. Molecular Systematics of The Cashew
Family (Anacardiaceae). Dissertasion. The
Depart. of Biological Sciences. Louisiana State University
Rifai, M.A., 1992. Bouea
macrophylla Griffith. In Coronel, R.E. & Verheij, E.W.M. (Eds.):
Plant Resources of South-East Asia. No. 2: Edible fruits and nuts. Prosea
Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 104-105.
Rehatta,H. 2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria
(Bouea macro phylla Griffith)
di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil
Penelitian. Lemlit. Universitas
Pattimura. Ambon.
Rudini, 1990. Daftar
Identitas flora dan fauna daerah. Jakarta. Depdagri.
Saleh, M. Mawardi M., Eddy W. dan D. Hatmoko, 2005. Determinasi Dan Morfologi Buah Eksotis
Potensial Di Lahan Rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa
Banjarbaru
Tim Penulis Penebar
Swadaya, 1990. Mengenal
Tanaman Langka Indonesia, Jakarta: Penebar Swadaya, Cetakan III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar