Analisis
Filogenetika Gandaria (Bouea)
Indonesia Menggunakan Penanda Molekuler cpDNA trnL-F Intergenik Spacer
TRI
HARSONO1,5©, NURSAHARA PASARIBU2, SOBIR3, FITMAWATI4, EKO PRASETYA5
1
Post Graduate Program, Biology Departement, North
Sumatra University.
Jl.
Bioteknologi, No. 1, North Sumatera University, Medan, 20155, North Sumatera,
Indonesia. ©email: triharsonounimed@gmail.com
2
Biology Departement, North Sumatra University. Jl.
Bioteknologi, No. 1, North Sumatera university, Medan, 20155, North Sumatera,
Indonesia.
3
Center For Tropical Horticultural (PKHT), Bogor
Agricultural University. Jl. Raya
Pajajaran, Bogor Agricultural University Baranangsiang, Bogor, 16141, West
Java, Indonesia.
4
Biology Department, Riau University. Jl. HR. Soebrantas,
Km 12.5, Panam, Riau University Binawidya, Pekanbaru, 28293, Riau, Indonesia.
5 Biology Departement, State University of Medan. Jl.
Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan, 20221, North Sumatera,
Indonesia.
Abstrak. Marga Bouea merupakan
anggota dari suku Anacardiaceae yang
tersebar luas di kawasan Malesia. Marga Bouea
terdiri dari dua jenis yaitu B.
oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan B. macrophylla Griffit. Penelitian
ini bertujuan mengungkap keanekaragaman genetik
Bouea di Indonesia berdasarkan
penanda molekuler cpDNA trnL-F
intergenik spacer. Sampel
yang digunakan berjumlah 7 aksesi B.
oppositifolia dan 8 aksesi B.
macrophylla dari Kebun Raya Bogor dan hasil eksplorasi lapangan di Sumatra,
Jawa, Kalimantan, dan Ambon. Analisis filogenetik
menggunakan metode maximum parsimony dan
neighbour joining. Hasil analisis
filogenetik menunjukkan bahwa marga Bouea
merupakan kelompok monofiletik atau berasal dari nenek moyang yang sama. Bouea yang berasal dari Gunung Tua,
Sumatera Utara, memiliki cabang terpanjang dan muncul lebih awal dari sampel
lainnya sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang marga Bouea. B. oppositifolia memiliki cabang yang lebih panjang dan
muncul lebih awal sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang B. macrophylla. Kedua jenis marga Bouea mengelompok terpisah pada pohon
filogenetik dan mendukung pengelompokan jenis dalam marga Bouea. Hasil kontruksi pohon filogenetik tidak menunjukkan adanya
pengelompokan aksesi secara geografi. Berdasarkan pohon filogenetik, marga Bouea memiliki hubungan kekerabatan yang
lebih dekat dengan Anacardium occidentale
dibandingkan dengan Mangifera indica.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanda cpDNA trnL-F intergenic spacer efektif digunakan untuk menentukan
hubungan kekerabatan pada marga Bouea.
Kata Kunci :
Bouea, cpDNA, filogenetik, gandaria,
trnL-F intergenik spacer
Abstract. Genus Bouea is a member of the family Anacardiaceae are
wide spread in Malesia region. Genus Bouea consists of the two species
are B. oppositifolia (Roxb.) Adelb. And B. macrophylla Griffit.
The study was aimed reveal the genetic biodiversity of Bouea in
Indonesia based on molecular marker cpDNA trnL-F intergenic spacer. Seven
B. oppositifolia accession and eight B. macrophylla, field
exploration result from Bogor Botanical Garden, Sumatera, Java, Kalimantan, and
Ambon. Phylogenetic analysis was based on maximum parsimony and neighbour
joining. The result of the analysis should that genus Bouea was
monophyletic group or from the common
ancestor. Bouea grown in Gunung Tua, North Sumatera, based on Neighbor
Joining Analysis, had the longest branch and occurred earlier than the other so
that could be presumed common progenitor of Bouea. B. oppositifolia had
the longest branch and occured earlier, so that could be presumed common
progenitor of B. macrophylla. Thus, both of the Bouea grouped
separated in the phylogenetic tree and supported the spesies separation in Bouea,
but not geographicaly. Based on phylogenetic tree, genus Bouea had a
closer relationship to Anacardium occidentale compared with Mangifera
indica. Thus, cpDNA trnL-F intergenic spacer marker is effective in
determining Bouea relationship.
Key Words :
Bouea, cpDNA, phylogenetic,
gandaria, trnL-F intergenik spacer
PENDAHULUAN
Bouea merupakan tumbuhan asli Indonesia yang tersebar di
Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Tumbuhan ini juga ditemukan di
semenanjung Malaysia dan Thailand. Bouea
tumbuh di daerah beriklim tropis basah. Secara alami, flora identitas provinsi
Jawa Barat ini tumbuh di dataran rendah
hingga ketinggian 300 meter dpl, namun Bouea
terbudidaya mampu tumbuh dengan baik hingga ketinggian 850 meter dpl (Rifai 1992). Laporan lain menyebutkan bahwa Bouea
merupakan tanaman endemik khas Maluku (Rehatta 2005; Papilaya 2007).
Hou
(1978) melaporkan, marga Bouea mencakup
2 jenis yaitu Bouea oppositifolia
(Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla Griffith. Berdasarkan pengamatan spesimen
herbarium dan spesimen segar, Harsono
(2013) melaporkan bahwa variasi morfologi daun dan buah yang terdapat dalam Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla Griffith masih cukup lebar, sehingga membutuhkan
pendekatan lain di luar morfologi untuk mengungkap keanekaragaman yang ada di
dalam marga Bouea.
Penanda
morfologi umum digunakan untuk mengungkap keanekaragaman suatu jenis tanaman,
namun karena memiliki plastisitas yang tinggi diperlukan penanda lain yang lebih mantap dan
stabil seperti penanda molekuler.
Kestabilan penanda molekuler ini selain digunakan untuk mendukung
keanekaragaman morfologi juga dapat digunakan untuk mengungkap keanekaragaman
genetik dan hubungan adanya menduga kekerabatan antar jenis. Data
keanekaragaman genetik yang lebih stabil dapat dipergunakan untuk berbagai
kegiatan seperti pemuliaan, pengelolaan dan konservasi plasma nutfah.
Para ahli berbeda pendapat
tentang wilayah asal usul marga Bouea.
Rudini (1990) menetapkan Bouea
sebagai maskot Jawa Barat, karena dianggap tumbuhan asli bernilai budaya bagi
suku Sunda. Rifai (1992) menyatakan Bouea berasal dari Sumatra bagian Utara,
sedangkan Rehatta (2005) dan Papilaya (2007) menyatakan Bouea merupakan jenis endemik di Maluku. Harsono (2012) melaporkan
bahwa suku Dayak di pedalaman Kalimantan
juga memanfaatkan tumbuhan ini untuk berbagai aktifitas kehidupan. Untuk
menjawab permasalahan ini diperlukan analisis filogenetik yang dapat
menjelaskan tentang asal usul, tetua dan perjalanan evolusi marga Bouea Indonesia. Informasi hubungan kekerabatan Bouea bermakna untuk memprediksi tetua
bersama dari Bouea Indonesia.
Analisis filogenetik selain
membutuhkan penanda morfologi juga penanda molekuler yang lebih konservatif
(tidak mudah berubah) seperti penanda cpDNA trnL-FIntergenik spacer. Penanda ini
sering digunakan para ahli karena mudah diisolasi dan dipurifikasi,
dikarakterisasi dan dikloning dan sangat konservatif dengan laju evolusi yang
rendah, sehingga dapat digunakan untuk rekontruksi filogeni antar taksa pada
tingkatan famili tumbuhan berbunga (Clegg dan Dulbin, 1990; Kajita et al.
1998).
Penggunaan penanda
molekuler kloroplas (cpDNA) untuk
mengungkap keanekaragaman,
menelusuri hubungan kekerabatan
berdasarkan evolusinya dan memperjelas kedudukan
marga Bouea Indonesis
belum pernah dilakukan. Penanda ini
bermanfaat untuk mendukung
data molekuler Bouea
yang sudah ada sebelumnya,
sekaligus untuk memahami
evolusi Bouea berdasarkan sekuen DNA kloroplasnya. Informasi evolusi Bouea
bermakna untuk memprediksi tetua bersama dari Bouea yang ada di Indonesia saat ini. Penanda cpDNA telah banyak digunakan
untuk studi filogeni
tanaman lainnya. Misalnya
Morus oleh Weiguo et al. (2005),
Cucumis spp. oleh
Chung et al. (2006).
cpDNA sering
digunakan sebagai penanda
karena mudah diisolasi
dan dipurifikasi,
dikarakterisasi, dan dikloning,
dan sangat konservatif dengan
laju evolusi yang rendah,
sehingga dapat digunakan
untuk rekonstruksi filogeni
antar taksa pada tingkat famili tumbuhan berbunga (Clegg dan
Durbin 1990, Kajita et al.
1998).
Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh data keragaman genetik marga Indonesia
berdasarkan penanda cpDNA trnL-F Intergenik spacer, menghasilkan pohon
filogeni dari marga Bouea Indonesia
guna mendapatkan arah evolusi dan persebaran tetua Bouea Indonesia., serta mengetahui hubungan kekerabatan Bouea dengan kerabat dekatnya.
BAHAN DAN METODE
Sampel Tanaman
Sampel B. macrophylla dan B. oppositifolia diperoleh dari berbagai wilayah di Indonesia yang
mewakili 7 wilayah yang dianalisis pada penelitian ini yaitu Ambon, Banten, Aceh, Sumatera Barat,
Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, dan aksesi dari Kebun Raya
Bogor (Gambar 1). Sampel yang digunakan berupa sampel daun segar dengan outgroup yang digunakan merupakan
kerabat dekatnya yaitu Mangifera indica dan
Anacardium occidentale. Aksesi Bouea yang digunakan dalam analisis
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sampel Bouea dan outgroup yang digunakan untuk analisis
filogenetik
No
|
Asal Aksesi
|
Kode
|
Jenis
|
Jumlah
|
Latitude
|
Longitude
|
|
1
|
Aceh
|
SN
|
B. macrophylla
|
1
|
S 04°57'29.7"
|
E 097°16'32.3"
|
|
2
|
Sumatera Utara (Gunung Tua)
|
GT
|
B. macrophylla
|
1
|
S 01°02'35.92"
|
E 099°52'30.56"
|
|
3
|
Sumatera Utara (Sipiongot)
|
SP
|
B. macrophylla
|
1
|
01o47'14.05"S
|
099o50'11.68"E
|
|
4
|
Sumatera Barat
|
BS
|
B. macrophylla
|
1
|
S 00°27'19.3"
|
E 100°36'19.4"
|
|
5
|
Bangka Belitung
|
BL
|
B. oppositifolia
|
1
|
2°51'49.11"S
|
108° 8'50.70"E
|
|
6
|
Kalimantan Barat
|
KB
|
B. macrophylla
|
1
|
S 01˚21'43.88''
|
E 110˚10'04.44''
|
|
7
|
Ambon
|
AM
|
B. macrophylla
|
1
|
S 03˚42'04.32''
|
E 128˚05'48.27''
|
|
8
|
Banten
|
BA
|
B. macrophylla
|
1
|
S 06˚17'30.34''
|
E 105˚50'18.58''
|
|
9
|
Kebun Raya Bogor
|
KR1
|
B. oppositifolia
|
1
|
06˚35'49.59''S
|
106˚47'56.19''E
|
|
10
|
Kebun Raya Bogor
|
KR2
|
B. oppositifolia
|
1
|
06˚35'47.34''S
|
106˚48'01.80''E
|
|
11
|
Kebun Raya Bogor
|
KR3
|
B. oppositifolia
|
1
|
06˚35'47.34''S
|
106˚48'01.80''E
|
|
12
|
Kebun Raya Bogor
|
KR5
|
B. oppositifolia
|
1
|
06˚35'51.06''S
|
106˚47'57.46''E
|
|
13
|
Kebun Raya Bogor
|
KR4
|
B. macrophylla
|
1
|
S 02°57'50.7"
|
E 104°42'03.1"
|
|
14
|
Kebun Raya Bogor
|
MI
|
M. indica
|
1
|
06˚35'45.06''S
|
106˚47'53.46''E
|
|
15
|
Kebun Raya Bogor
|
AO
|
A. occidentale
|
1
|
06˚35'51.06''S
|
106˚47'57.46''E
|
|
|
Total
|
15
|
|
|
|||
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Indonesia
Isolasi DNA
dan Amplifikasi cpDNA trnL-F intergenic
spacer
Isolasi DNA mengikuti prosedur
CTAB (Doyle and Doyle 1987) dengan modifikasi. Sebanyak
0,15 g sampel daun digerus menggunakan mortar steril dengan tambahan buffer ekstraksi 0,6-0,8 ml (10% CTAB;
0,5 M EDTA (pH 8,0); 1 M Tris-Hcl (pH 8,0); 5 M Nacl; 1% b-mercaptoethanol). Larutan dihomogenkan
kemudian diinkubasi pada suhu 650C selama 1 jam dan diberi
penambahan 0,7 ml buffer purifikasi
(kloroform:Isoamil Alkohol=24:1 v/v), dilanjutkan dengan sentrifugasi pada
kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung
effendorf steril 2 ml dan ditambahkan 500 µl 2-propanol dingin untuk kemudian
di Inkubasi selama 1 malam didalam freezer.
Larutan kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm.
Fase cair dibuang sedangkan fase padat/pelet dikering-anginkan dan disimpan
dalam larutan TE 100 µl (1 M Tris-HCl pH 8,0; 0,5 M EDTA pH 8,0; dan aquades).
Sekuen trnL-F intergenic spacer diamplifikasi
dengan pasangan primer forward 5’- GGT TCA AGT CCC TCT ATC CC
-3’ dan primer reverse 5’- ATT TGA ACT
GGT GAC ACG AG -3’ (Taberlet et al. 1991)
dengan total volume reaksi 25 µl (2,5 µl DNA template; 2,5 µl primer forward;
2,5 primer reverse; 5 µl distilled water, 12,5 µl PCR mix
(FastStart PCR Master Mix Roche)). Amplifikasi DNA sekuen trnL-F intergenic
spacer menggunakan mesin PCR Thermalcycler
(Qiagen) dengan kondisi predenaturasi
selama 5 menit pada suhu 970C diikuti 40 siklus dengan kondisi
reaksi denaturasi pada suhu 940C
selama 5 menit, annealing pada suhu
520C, dan extension pada
suhu 72 0C selama 1 menit, kemudian proses PCR akhiri dengan post-extension pada suhu 72 0C
selama 5 menit.
Produk PCR divisualisasi menggunakan
gel agarose 1% ditambah dengan 4 µl SYBR ® Safe DNA Gel Stain. Sebanyak 6 µl
produk PCR ditambah dengan 1 µl loading
dye di running bersama marker 100
bp DNA ladder menggunakan mesin
elektroforesis dengan fase gerak berupa buffer TBE 1X pada tegangan 100 volt
selama 45 menit. Visualisasi pita yang muncul menggunakan gel documentation. Produk PCR dengan pita yang terlihat selanjutnya
akan dikirim ke 1st Base DNA
Sequencing Service untuk di sekuensing.
Analisis
Filogenetik
Data hasil sequencing sekuen trnL-F intergenic spacer
dianalisis dengan program BioEdit 7.0.1 untuk menentukan sekuen konsensus
berdasarkan sekuen konservatif dan program MEGA 6.06 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk membangun pohon
filogenetik. Hasil sequencing akan di
alignment menggunakan program Clustal
W yang terdapat pada MEGA 6.06 dan kemudian kladogram akan dibangun berdasarkan
hasil alignment data sekuen. Dengan
bantuan program MEGA, alignment data
dapat dilakukan dan berdasarkan hasil alignment
hubungan evolusi dapat diprediksi. Analisis filogenetik menggunakan metode maximum parsimony dan neighbour joining.
HASIL DAN DISKUSI
Visualisasi hasil PCR menggunakan agarose
1% menunjukkan single band yang
berarti sekuen trnL-F berhasil
diamplifikasi dengan primer forward dan
reverse (Gambar 2).
Gambar 2. Visualisasi hasil PCR dengan agarose
1%; AO = A. occidentale, AM1 = Ambon
(B. macrophylla), BA5 = Banten (B. macrophylla), BS4 = Batu Sangkar,
Sumatera Barat (B. macrophylla), KB =
Kalimantan Barat (B. macrophylla), SN
= Lhoksukon, Aceh(B. macrophylla), MI
= Mangifera indica, BL17 = Bangka
Belitung(B. oppositifolia), GT =
Gunung Tua, Sumatera Utara(B.
oppositifolia), KR1, KR2, KR3, dan KR5 = Kebun Raya Bogor (B. oppositifolia), KR4 = Kebun Raya Bogor (B. macrophylla), SP = Sipiongot, Sumatera Utara (B. oppositifolia)
Hasil
sekuensing dianalisis menggunakan Bioedit 7.0.1 untuk menghasilkan sekuen
konsensus. Sekuen konsensus hasil sekuensing Hasil alignment sekuen trnL-F terdiri dari 483 karakter. Dari
data tersebut terdapat 351 karakter konservatif, 8 karakter berpotensi parsimony informativ, dan 108 karakter
merupakan variable sites. Hasil
alignment menunjukkan adanya gap pada
sekuen yang disebabkan oleh adanya insersi dan delesi. Peristiwa ini
mempengaruhi regulasi dalam ekspresi gen. Pada ingroup (B. macrophylla dan
B. oppositifolia), delesi terjadi
pada basa no. 1-12, 433, dan 467-483, insersi terjadi pada basa no. 3, 5, 16,
17, 35, 466, 467, 470, dan 471, sedangkan insersi delesi terjadi pada basa no.
3, 5, 467, 470, dan 471. Hasil alignment menunjukkan bahwa pada kedua spesies
dari genus Bouea memiliki tingkat
homologi yang sangat tinggi (98%). Nilai
ini lebih tinggi jika dibandingkan tingkat homologi 14 spesies famili Anacardiaceae pada daerah ITS-1 genom
inti yaitu 75% (Hidayat dan Pancoro, 2001). Rata-rata frekuensi nukleotida pada
sekuen trnL-F adalah 32,2% (T), 22,6%
(C), 29.3% (A), dan 16% (G). Sekuen ini kaya akan T/A yaitu sebesar 61,1%
sedangkan G/C sebesar 38,8% (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Li
(1997) yang menyatakan bahwa komposisi nukleotida yang paling banyak pada
daerah nonkoding DNA kloroplas adalah Adenin dan Timin. Di sisi lain, rasio
transisi/transversi cukup tinggi (R = 0,92) dimana transisi/transversi rasio
purin (0,004) dan transisi/transversi rasio pirimidin (0,258). Variasi muncul
di antara spesies yang satu dengan spesies yang lain dalam genus yang sama
maupun yang berbeda.
Variasi
urutan sekuen yang terdapat pada cpDNA
umumnya disebabkan oleh mutasi nukleotida tunggal yang mempresentasikan mutasi
yang telah terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama (Fitmawati &
Hartana, 2010). Perbedaan panjang sekuen trnL-F
terjadi akibat mutasi pada beberapa wilayah tertentu (Borsch et al. 2003),
meskipun jumlah perubahan pada sekuen ini sangat kecil jika dibandingkan dengan
perubahan pada genom inti, tetapi mampu memberikan informasi penting dalam menggambarkan proses evolusi
karena cpDNA diwariskan secara
uniparental atau maternal dimana
perubahan yang terjadi pada satu nukleotida berlangsung dalam jangka waktu yang
sangat lama (Hancock 2003), berbeda dengan perubahan basa nukleotida yang
terjadi pada DNA inti yang merupakan hasil rekombinasi kedua induknya.
Tabel 2.
Variasi panjang, AT content, dan GC content pada sekuen trnL-F pada Genus Bouea
Sampel
|
T
|
C
|
A
|
G
|
Total (bp)
|
%AT
|
%GC
|
B. macrophylla (BA5)
|
32,2
|
22,6
|
28,8
|
16,4
|
451,0
|
61,0
|
39,0
|
B. macrophylla (AM1)
|
32,4
|
22,9
|
28,5
|
16,2
|
445,0
|
60,9
|
39,1
|
B. macrophylla (BS4)
|
31,9
|
22,2
|
29,4
|
16,4
|
445,0
|
61,3
|
38,7
|
B. macrophylla (KB5)
|
32,3
|
22,6
|
29,0
|
16,2
|
452,0
|
61,3
|
38,7
|
B. macrophylla (KR4)
|
32,2
|
22,8
|
28,9
|
16,2
|
426,0
|
61,0
|
39,0
|
B. macrophylla (SN)
|
32,1
|
22,2
|
29,5
|
16,3
|
455,0
|
61,5
|
38,5
|
B. oppositifolia (BL12)
|
32,2
|
22,5
|
29,1
|
16,3
|
454,0
|
61,2
|
38,8
|
B. oppositifolia (GT)
|
32,1
|
23,1
|
28,5
|
16,3
|
424,0
|
60,6
|
39,4
|
B. oppositifolia (KR1)
|
32,1
|
22,8
|
28,8
|
16,4
|
452,0
|
60,8
|
39,2
|
B. oppositifolia (KR2)
|
32,1
|
22,8
|
29,0
|
16,2
|
452,0
|
61,1
|
38,9
|
B. oppositifolia (KR3)
|
32,2
|
22,7
|
28,9
|
16,1
|
453,0
|
61,1
|
38,9
|
B. oppositifolia (KR5)
|
32,1
|
22,8
|
29,0
|
16,2
|
452,0
|
61,1
|
38,9
|
B. oppositifolia (SP)
|
31,9
|
22,8
|
29,0
|
16,2
|
451,0
|
61,0
|
39,0
|
Anacardium occidentale
|
31,3
|
22,5
|
30,2
|
16,0
|
457,0
|
61,5
|
38,5
|
Mangifera indica
|
33,7
|
21,5
|
32,0
|
12,8
|
413,0
|
65,6
|
34,4
|
Rata-rata
|
32,2
|
22,6
|
29,2
|
16,0
|
445,5
|
61,4
|
38,6
|
Pohon
filogenetik yang disajikan pada Gambar 3 dibangun dengan metode Maximum Parsimony dan 1000x bootstrap. Metode Neighbour Joining (NJ) juga dilakukan untuk melihat perbedaan jarak
genetik dan menganalisis similaritas antar sampel (Gambar 3).
Gambar 3. Pohon filogenetik sekuen trnL-F
dari Bouea dan outgroup (A. occidentale dan M. indica) hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum parsimony berdasarkan kimura-2-parameter model. Percabangan
dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.
Analisis
pohon filogenetik menyingkap jawaban penting tentang sifat leluhur. Kelompok ingroup dari genus Bouea terpisah dari kelompok outgroup
dengan nilai bootstrap 100%. Pemisahan ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F Intergenic Spacer adalah benar
sekuen dari genus Bouea. Pohon ingroup yang dihasilkan merupakan pohon monofiletik
dengan 3 kelompok utama. Kelompok pertama merupakan kelompok yang terdiri dari
1 spesies yaitu B. oppositifolia terdiri
dari 7 aksesi. Kelompok kedua terdiri dari 1 spesies yaitu B. macrophylla terdiri dari 6 aksesi. Kelompok ketiga terdiri dari outgroup yaitu M. indica dan A. occidentale
(Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan Taberlet et al. (1991) yang
menyatakan bahwa DNA kloroplas baik digunakan untuk analisis kekerabatan antar
spesies namun belum dapat memisahkan dalam pengelompokkan intraspesies. Pada
Gambar 3 memperlihatkan bahwa B.
oppositifolia dan B. macrophylla terpisah
secara tegas percabangannya kecuali B.
macrophylla aksesi asal Ambon (AM1) yang menunjukkan keunikan tersendiri
dengan membentuk cabang terpisah dari kedua jenis Bouea. Hal ini diduga disebabkan oleh jauhnya letak geografi aksesi
Bouea, yang memungkinkan terbentuknya
relung ekologi yang berbeda dan spesifik, sehingga memungkinkan terjadinya
perubahan yang signifikan pada sekuen basa nukleotida trnL-F DNA kloroplasnya.
Sebanyak
6 aksesi pada B. macrophylla dan 7 aksesi pada B. oppositifolia bersama-sama membentuk 2 cabang utama dan tidak
terkelompok secara geografi. Analisis pohon filogenetik berdasarkan sekuen trnL-F memperlihatkan bahwa B. oppositifolia tidak berasal dari satu
nenek moyang dari satu daerah. Pola persebaran yang merata di berbagai tempat
dapat menjelaskan bahwa Bouea merupakan
tumbuhan asli Indonesia bagian barat. Tidak terdapatnya hubungan kekerabatan di
antara mereka dimungkinkan karena lingkungan tempat tumbuh terisolasi, dan
keadaan ini berasosiasi dengan faktor genetik yang mengakibatkan jauhnya jarak
kekerabatan. Berbeda dengan B.
macrophylla yang menyatu dalam satu klad dan memperlihatkan
kekerabatan yang tinggi diantara anggota
jenisnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa B.
macrophylla berasal dari salah satu cabang yang diturunkan dari B. oppositifolia. Dalam hal ini B. macrophylla merupakan bentuk
budidayanya. Hal ini juga didukung dengan karakter morfologi yang dimiliki B. macrophylla seperti ukuran buah, ukuran
daun lebih besar dan warna lebih cerah yang merupakan karakter unggul dalam
budidayanya.
Gambar
4 mengkonfirmasi bahwa B. oppositifolia yang
berasal dari Gunung Tua memiliki ukuran klad yang lebih panjang. Berdasarkan
analisis Neighbor Joining dapat dikatakan bahwa B. oppositifolia asal Gunung Tua lebih tua atau muncul lebih awal
dibanding B. oppositifolia lainnya.
Hal ini juga menggambarkan bahwa B.
oppositifolia asal Gunung Tua merupakan cikal bakal atau nenek moyang dari Bouea yang ada di Sumatera. Pohon neighbor joining juga mengungkapkan
bahwa jenis B. oppositifolia dengan
jarak genetik yang panjang memiliki
usia jenis yang lebih tua daripada jenis B.
macrophylla. Genus Bouea memiliki
kekerabatan yang lebih dekat dengan A.
occidentale dibandingkan dengan M.
indica yang dikenal memiliki kemiripan yang lebih baik dengan genus Bouea.
Gambar 4. Pohon filogenetik sekuen trnL-F
dari Bouea dan outgroup (A. occidentale dan M. indica) hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Neighbour Joining. Percabangan
dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.
Keanekaragaman
yang ditunjukkan oleh penanda cpDNA
relatif berbeda dengan keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda morfologi.
Pola yang muncul dari penanda cpDNA
tidak selalu berhubungan dengan pola yang dihasilkan dari penanda morfologi,
dan demikian pula sebaliknya. Hal ini dimungkinkan karena ekspresi pada level
morfologi adalah hasil dari rekombinasi dua induk dan faktor lingkungan. Selain
itu sekuen gen yang terletak pada DNA
kloroplas mengalami laju evolusi yang lebih rendah daripada DNA inti (Taberlet et
al. 1991). Daerah nonkoding memiliki tingkat mutasi yang tinggi sehingga
variasi yang muncul lebih banyak dan lebih informatif jika dibandingkan dengan
dengan daerah koding (Taberlet et al. 1991 ; Hamilton 1999).
Berdasarkan
analisis Neighbour Joining pada
Gambar 4 menunjukkan bahwa B.
oppositifolia asal Gunung Tua (GT), Sumatera Utara memiliki ruas terpanjang
dan muncul lebih awal sehingga diduga B.
oppositifolia sebagai tetua dari B. macrophylla.
Keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda cpDNA dapat sangat berbeda dengan keanekaragaman yang ditunjukkan
oleh penanda morfologi. Pola yang muncul dari penanda cpDNA tidak selalu berhubungan dengan pola yang dihasilkan dari
penanda morfologi, dan demikian pula sebaliknya. Kloroplas diwariskan secara
uniparental atau maternal heredity yaitu
diturunkan hanya dari tetua betina dan tidak terjadi rekombinasi sedangkan
morfologi diwariskan dari kedua tetua dan terjadi rekombinasi antara sifat kedua
tetua serta dipengaruhi oleh lingkungan.
Tabel 3. Koefisien similaritas B.
oppositifolia, B. macropylla, dan 2 outgroup
(A. occidentale dan M. indica) berdasarkan cpDNA sekuen trnL-F intergenic spacer
Aksesi
|
BM AM1
|
BM BA5
|
BM BS4
|
BM KB5
|
BM KR4
|
BM SN
|
BO BL12
|
BO GT
|
BO KR1
|
BO KR2
|
BO KR3
|
BO KR5
|
BO SP
|
AO
|
MI
|
BM AM1
|
1,0
|
||||||||||||||
BM BA5
|
0,995
|
1,0
|
|||||||||||||
BM BS4
|
0,993
|
0,988
|
1,0
|
||||||||||||
BM KB5
|
0,997
|
0,997
|
0,991
|
1,0
|
|||||||||||
BM KR4
|
0,933
|
0,937
|
0,931
|
0,935
|
1,0
|
||||||||||
BM SN
|
0,991
|
0,986
|
0,997
|
0,989
|
0,929
|
1,0
|
|||||||||
BO BL12
|
0,986
|
0,982
|
0,993
|
0,984
|
0,929
|
0,991
|
1,0
|
||||||||
BO GT
|
0,929
|
0,933
|
0,927
|
0,931
|
0,992
|
0,925
|
0,925
|
1,0
|
|||||||
BO KR1
|
0,993
|
0,993
|
0,991
|
0,991
|
0,933
|
0,989
|
0,988
|
0,929
|
1,0
|
||||||
BO KR2
|
0,995
|
0,995
|
0,988
|
0,993
|
0,933
|
0,986
|
0,986
|
0,929
|
0,997
|
1,0
|
|||||
BO KR3
|
0,997
|
0,993
|
0,991
|
0,995
|
0,931
|
0,989
|
0,988
|
0,927
|
0,995
|
0,997
|
1,0
|
||||
BO KR5
|
0,995
|
0,995
|
0,988
|
0,993
|
0,933
|
0,986
|
0,986
|
0,929
|
0,997
|
0,999
|
0,997
|
1,0
|
|||
BO SP
|
0,993
|
0,993
|
0,986
|
0,991
|
0,935
|
0,984
|
0,984
|
0,931
|
0,995
|
0,997
|
0,995
|
0,997
|
1,0
|
||
AO
|
0,969
|
0,973
|
0,963
|
0,971
|
0,912
|
0,96
|
0,956
|
0,908
|
0,967
|
0,969
|
0,967
|
0,969
|
0,967
|
1,0
|
|
MI
|
0,6
|
0,602
|
0,598
|
0,601
|
0,554
|
0,597
|
0,592
|
0,55
|
0,601
|
0,599
|
0,597
|
0,599
|
0,597
|
0,613
|
1,0
|
Keterangan
:
BM = Bouea macrophylla, BO = Bouea
oppositifolia, AO = Anacardium
occidentale, MI = Mangifera indica,
AM1 = Ambon, BA5 = Banten, BS4 = Sumatera Barat, KB5= Kalimantan Barat, KR1-5 =
Kebun Raya Bogor, SN= Lhoksukon, Aceh, BL12 = Bangka Belitung, GT = Gunung Tua,
SP = Sipiongot
Tabel 3 menunjukkan Jarak genetik dan
koefisien similaritas B. oppositifolia,
B. macropylla, dan 2 outgroup (A. occidentale dan M. indica). Koefisien similaritas tertinggi B. oppositifolia adalah 0,999 terdapat antara B. oppositifolia asal Kebun Raya Bogor (KR5) dengan B. oppositifolia asal Kebun Raya Bogor
(KR2), sedangkan koefisien similaritas tertinggi B. macrophylla adalah 0,997 terdapat antara B. macrophylla asal Banten (BA5) dan Batu Sangkar, Sumatera Barat
(BS4) dengan B. macrophylla asal
Kalimantan Barat (KB5) serta asal Lhoksukon, Aceh (SN). Koefisien similaritas
tertinggi antara B. oppositifolia dan
B. macrophylla adalah 0,997 yaitu
antara B. macrophylla asal Ambon
(AM1) dengan B. oppositifolia asal
Kebun Raya Bogor (KR3).
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa Sebanyak 6 aksesi pada B. macrophylla dan 7 aksesi pada B.
oppositifolia bersama-sama membentuk 2 cabang utama dan tidak terkelompok
secara geografi, B.
macrophylla merupakan bentuk budidaya dari B. oppositifolia, dan B.
oppositifolia asal Gunung Tua (GT), Sumatera Utara memiliki ruas terpanjang
dan diduga sebagai nenek moyang
bersama dari B. oppositifolia.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh
Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Prof. Dr. Mien A. Rifai, M. Sc. Dari Institut Pertanian
Bogor and Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, M. Sc. dari Herbarium Bogoriense dan Kebun
Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas semua kontribusinya dalam
penelitian ini.
REFERENSI
Borsch TK, Hilu W, Quandt D, Wilde V, Neinhuis C, Barthlott W.
2003. Non-coding plastid trnT-trnF
sequences reveal a well resolved phylogeny of basal angiosperms. J. Evol. Biol.
16: 558–576.
Chung SM, Staub JE, Chen JF. 2006. Molecular phylogeny of Cucumis species as revealed by consensus
chloroplast SSR marker length and sequence variation. Genome 49:219-229.
Clegg MT, Durbin
ML . 1990. Moleculer approaches to study plant biosystematics. Aust Syst Bot 3:1-8.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A
rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem Bull 19: 11-15.
Fitmawati, Hartana A. 2010. Phylogenetic Study of Mangifera laurina and its Related
Species Using cpDNA trnL-F Spacer
Markers. Hayati Journal of Biosciences Vol.
17, No. 1, p. 9-14
Hamilton MB. 1999.
Four primer pairs for the amplification of chloroplast intergenic regions with
intraspecific variation. Mol. Ecol. 8: 521-523.
Hancock JF. 2003. Plant Evolution and The Origin of Crop
Species. Second Edition. CABI Publishing. CAB International. Wallingford.UK
Harsono T. 2012. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) Distribusi, Taksonomi dan Pemanfaaatannya di Indonesia. Prosiding
Semirata BKS-PTN Wilayah Barat di Universitas Negeri Medan Tanggal 11-12 Mei 2012
Harsono T. 2013. Marga Bouea
(Anacardiaceae) di Malesia. Makalah Seminar Nasional Biologi Tanggal 13 April
2013 di FMIPA USU
Hidayat , Pancoro A. 2001. Studi filogenetika molekuler Anacardiaceae berdasarkan pada variasi
urutan daerah internal transcribe spacer. Hayati 8:98-101.
Hou D. 1975. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora
Malesiana, Series 1. Vol. 8. p. 468.
Kajita T, Kamiya K, Nakamura K. 1998.
Moleculer phylogeny of Dipterocarpaceae
in Southeast Asia based on nucleotide
sequences of matK,
trnL intron, and trnL-F
IGS Region in cpDNA. Mol Phylo Evol 10:202-209.
Li WH. 1997. Molecular Evolution. Sinauer & Associates,
Sunderland, Massachusetts.
Papilaya PM. 2007. Kajian Ekologi Gandaria (Bouea macrophylla) hubungannya dengan produksi dan kualitas buah
pada ketinggian dari permukaan laut yang berbeda di pulau Ambon (Suatu analisis
tentang tumbuhan endemik daerah Maluku).
Disertasi. Prodi Biologi. Universitas Malang
Rehatta H. 2005. Potensi dan
pengembangan tanaman gandaria (Bouea macrophylla Griffith) di desa Soya
Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil Penelitian. Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.
Rifai MA.
1992. Bouea macrophylla Griffith.
In Coronel, R.E. & Verheij, E.W.M. (Eds.): Plant Resources of South-East
Asia. No. 2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia.
Rudini, 1990. Daftar Identitas flora dan fauna daerah. Jakarta.
Depdagri.
Taberlet P, Gielly L, Pautou G, and
Bouvet J. 1991. Universal primers for amplification of three non-coding regions
of chloroplast DNA. Plant Molecular Biology 17:
1105-1109
Weiguo Z, Yile P, Shihai ZZJ, Xuexia M,
Yongping H. 2005. Phylogeny of the Morus (Urticales: Moraceae) inferred from ITS and trnL-F
sequences. Af J Biotechnol 4:563- 569.
Submission
checklist
Ensure that the following items are present:
The first corresponding
author must be accompanied with contact details:
|
Give mark (X)
|
·
E-mail
address
|
X
|
·
Full
postal address (incl street name and number (location), city, postal code, state/province,
country)
|
X
|
·
Phone
and facsimile numbers (incl country phone code)
|
|
|
|
All necessary files have been uploaded, and contain:
|
|
·
Keywords
|
X
|
·
Running titles
|
|
·
All
figure captions
|
X
|
·
All
tables (incl title and note/description)
|
X
|
|
|
Further considerations
|
|
·
Manuscript
has been “spell & grammar-checked” Better, if it is revised by a professional science editor or a
native English speaker
|
|
·
References
are in the correct format for this journal
|
X
|
·
All
references mentioned in the Reference list are cited in the text, and vice
versa
|
X
|
·
Colored figures are only used if the information in the text may be losing
without those images
|
X
|
·
Charts
(graphs and diagrams) are drawn in black and
white images; use shading to differentiate
|
X
|
COVERING
LETTER
Dear
Editor-in-Chief,
I herewith enclosed
a research article,
Title:
Analisis Filogenetika Gandaria (Bouea) Indonesia Menggunakan Penanda Molekuler cpDNA trnL-F
Intergenik Spacer
|
Author(s) name:
Tri Harsono1,5©, Nursahara Pasaribu2, Sobir3,
Fitmawati4, Eko
Prasetya5
|
Address
(Fill in your institution’s name and address, your
personal cellular phone and email)
1Post Graduate Program, Biology Departement, North
Sumatra University.
Jl. Bioteknologi, No. 1, North Sumatera University,
Medan, 20155, North Sumatera, Indonesia. ©email: triharsonounimed@gmail.com
2Biology Departement, North Sumatra University. Jl.
Bioteknologi, No. 1, North Sumatera university, Medan, 20155, North Sumatera,
Indonesia.
3Center For Tropical Horticultural (PKHT), Bogor
Agricultural University. Jl. Raya
Pajajaran, Bogor Agricultural University Baranangsiang, Bogor, 16141, West
Java, Indonesia.
4Biology Department, Riau University. Jl. HR.
Soebrantas, Km 12.5, Panam, Riau University Binawidya, Pekanbaru, 28293,
Riau, Indonesia.
5Biology
Departement, State University of Medan. Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan
Estate, Medan, 20221, North Sumatera, Indonesia.
|
For possibility
publication on the journal:
(fill in Biodiversitas
or Nusantara Bioscience or proceeding)
Biodiversitas
|
Novelty:
(state your claimed novelty of the findings versus current
knowledge)
Penelitian
yang berkaitan dengan gandaria (Bouea)
masih jarang dilakukan, padahal gandaria merupakan tanaman khas kawasan
Malesia. Gandaria terdistribusi luasi di wilayah Malesia Barat. Gandaria
sangat jarang digunakan sebagai objek penelitian utama. Gandaria lebih sering
digunakan sebagai outgroup pada
penelitian tanaman dari suku Anacardiaceae,
seperti marga Mangifera dan Anacardium. Nilai novelity dari
penelitian ini adalah informasi baru tentang kekerabatan marga Bouea pada suku Anacardiaceae.
|
Statements:
This manuscript has not been published and is not under
consideration for publication to any other journal or any other type of
publication (including web hosting) either by me or any of my coauthors.
Author(s) has been read and agree to the Ethical
Guidelines.
|
List of five potential reviewers
(Fill in names of min. five
potential reviewers and their email
address. He/she should have Scopus ID or Researcher ID and come from
different institution with the authors; better if they come from min. three
different countries)
|
Place and date:
|
Sincerely yours,
(fill in your name, no need scanned autograph)
Drs. Tri Harsono, M.Si.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar