Minggu, 11 Juni 2017


Analisis Filogenetika Gandaria (Bouea) Indonesia Menggunakan Penanda Molekuler cpDNA trnL-F Intergenik Spacer

TRI HARSONO1,5©, NURSAHARA PASARIBU2, SOBIR3, FITMAWATI4, EKO PRASETYA5
1 Post Graduate Program, Biology Departement, North Sumatra University. Jl. Bioteknologi, No. 1, North Sumatera University, Medan, 20155, North Sumatera, Indonesia. ©email: triharsonounimed@gmail.com
2 Biology Departement, North Sumatra University. Jl. Bioteknologi, No. 1, North Sumatera university, Medan, 20155, North Sumatera, Indonesia.
3 Center For Tropical Horticultural (PKHT), Bogor Agricultural University. Jl. Raya Pajajaran, Bogor Agricultural University Baranangsiang, Bogor, 16141, West Java, Indonesia.
4 Biology Department, Riau University. Jl. HR. Soebrantas, Km 12.5, Panam, Riau University Binawidya, Pekanbaru, 28293, Riau, Indonesia.
5 Biology Departement, State University of Medan. Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan, 20221, North Sumatera, Indonesia.


Abstrak. Marga Bouea merupakan anggota dari suku Anacardiaceae yang tersebar luas di kawasan Malesia. Marga Bouea terdiri dari dua jenis yaitu B. oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan B. macrophylla Griffit.  Penelitian ini bertujuan mengungkap keanekaragaman genetik Bouea di Indonesia berdasarkan penanda molekuler cpDNA trnL-F intergenik spacer. Sampel yang digunakan berjumlah 7 aksesi B. oppositifolia dan 8 aksesi B. macrophylla dari Kebun Raya Bogor dan hasil eksplorasi lapangan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Ambon. Analisis filogenetik menggunakan metode maximum parsimony dan neighbour joining. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa marga Bouea merupakan kelompok monofiletik atau berasal dari nenek moyang yang sama. Bouea yang berasal dari Gunung Tua, Sumatera Utara, memiliki cabang terpanjang dan muncul lebih awal dari sampel lainnya sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang marga Bouea. B. oppositifolia memiliki cabang yang lebih panjang dan muncul lebih awal sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang B. macrophylla. Kedua jenis marga Bouea mengelompok terpisah pada pohon filogenetik dan mendukung pengelompokan jenis dalam marga Bouea. Hasil kontruksi pohon filogenetik tidak menunjukkan adanya pengelompokan aksesi secara geografi. Berdasarkan pohon filogenetik, marga Bouea memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Anacardium occidentale dibandingkan dengan Mangifera indica. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanda cpDNA trnL-F intergenic spacer efektif digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan pada marga Bouea.

Kata Kunci : Bouea, cpDNA, filogenetik, gandaria, trnL-F intergenik spacer

Abstract. Genus Bouea is a member of the family Anacardiaceae are wide spread in Malesia region. Genus Bouea consists of the two species are B. oppositifolia (Roxb.) Adelb. And B. macrophylla Griffit. The study was aimed reveal the genetic biodiversity of Bouea in Indonesia based on molecular marker cpDNA trnL-F intergenic spacer. Seven B. oppositifolia accession and eight B. macrophylla, field exploration result from Bogor Botanical Garden, Sumatera, Java, Kalimantan, and Ambon. Phylogenetic analysis was based on maximum parsimony and neighbour joining. The result of the analysis should that genus Bouea was monophyletic group  or from the common ancestor. Bouea grown in Gunung Tua, North Sumatera, based on Neighbor Joining Analysis, had the longest branch and occurred earlier than the other so that could be presumed common progenitor of Bouea. B. oppositifolia had the longest branch and occured earlier, so that could be presumed common progenitor of B. macrophylla. Thus, both of the Bouea grouped separated in the phylogenetic tree and supported the spesies separation in Bouea, but not geographicaly. Based on phylogenetic tree, genus Bouea had a closer relationship to Anacardium occidentale compared with Mangifera indica. Thus, cpDNA trnL-F intergenic spacer marker is effective in determining Bouea relationship.

Key Words : Bouea, cpDNA, phylogenetic, gandaria, trnL-F intergenik spacer

PENDAHULUAN
Bouea merupakan tumbuhan asli Indonesia yang tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Tumbuhan ini juga ditemukan di semenanjung Malaysia dan Thailand. Bouea tumbuh di daerah beriklim tropis basah. Secara alami, flora identitas provinsi Jawa Barat ini tumbuh di  dataran rendah hingga ketinggian 300 meter dpl, namun Bouea terbudidaya mampu tumbuh dengan baik hingga ketinggian 850 meter dpl (Rifai 1992).  Laporan lain menyebutkan bahwa Bouea merupakan tanaman endemik khas Maluku (Rehatta 2005; Papilaya 2007).
Hou (1978) melaporkan, marga Bouea mencakup 2 jenis yaitu Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla  Griffith. Berdasarkan pengamatan spesimen herbarium dan  spesimen segar, Harsono (2013) melaporkan bahwa variasi morfologi daun dan buah  yang terdapat dalam Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla Griffith masih cukup lebar, sehingga membutuhkan pendekatan lain di luar morfologi untuk mengungkap keanekaragaman yang ada di dalam marga Bouea
Penanda morfologi umum digunakan untuk mengungkap keanekaragaman suatu jenis tanaman, namun karena memiliki plastisitas yang tinggi diperlukan penanda lain yang lebih mantap dan stabil seperti penanda molekuler.  Kestabilan penanda molekuler ini selain digunakan untuk mendukung keanekaragaman morfologi juga dapat digunakan untuk mengungkap keanekaragaman genetik dan hubungan adanya menduga kekerabatan antar jenis. Data keanekaragaman genetik yang lebih stabil dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan seperti pemuliaan, pengelolaan dan konservasi plasma nutfah.
Para ahli berbeda pendapat tentang wilayah asal usul marga Bouea. Rudini (1990) menetapkan Bouea sebagai maskot Jawa Barat, karena dianggap tumbuhan asli bernilai budaya bagi suku Sunda. Rifai (1992) menyatakan Bouea berasal dari Sumatra bagian Utara, sedangkan Rehatta (2005) dan Papilaya (2007) menyatakan Bouea merupakan jenis endemik di Maluku. Harsono (2012) melaporkan bahwa suku Dayak  di pedalaman Kalimantan juga memanfaatkan tumbuhan ini untuk berbagai aktifitas kehidupan. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan analisis filogenetik yang dapat menjelaskan tentang asal usul, tetua dan perjalanan  evolusi marga Bouea Indonesia. Informasi hubungan kekerabatan Bouea bermakna untuk memprediksi tetua bersama dari Bouea Indonesia.
Analisis filogenetik selain membutuhkan penanda morfologi juga penanda molekuler yang lebih konservatif (tidak mudah berubah) seperti  penanda cpDNA trnL-FIntergenik spacer. Penanda ini sering digunakan para ahli karena mudah diisolasi dan dipurifikasi, dikarakterisasi dan dikloning dan sangat konservatif dengan laju evolusi yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk rekontruksi filogeni antar taksa pada tingkatan famili tumbuhan berbunga (Clegg dan Dulbin, 1990; Kajita et al. 1998).
Penggunaan  penanda  molekuler  kloroplas  (cpDNA)  untuk  mengungkap keanekaragaman,  menelusuri  hubungan  kekerabatan  berdasarkan  evolusinya  dan memperjelas  kedudukan  marga Bouea Indonesis belum  pernah  dilakukan. Penanda  ini  bermanfaat  untuk  mendukung  data  molekuler  Bouea  yang sudah  ada  sebelumnya,  sekaligus  untuk  memahami  evolusi  Bouea berdasarkan sekuen DNA kloroplasnya. Informasi evolusi Bouea bermakna untuk memprediksi tetua bersama dari Bouea yang ada di  Indonesia saat ini. Penanda cpDNA telah banyak  digunakan  untuk  studi  filogeni  tanaman  lainnya.  Misalnya  Morus  oleh Weiguo et al.  (2005),  Cucumis spp.  oleh  Chung et al.  (2006).  cpDNA  sering  digunakan  sebagai  penanda  karena  mudah  diisolasi  dan  dipurifikasi, dikarakterisasi,  dan  dikloning,  dan  sangat  konservatif  dengan  laju  evolusi  yang rendah,  sehingga  dapat  digunakan  untuk  rekonstruksi  filogeni    antar  taksa  pada tingkat famili tumbuhan berbunga (Clegg dan Durbin 1990, Kajita et al. 1998).  
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data keragaman genetik marga Indonesia berdasarkan penanda cpDNA trnL-F Intergenik spacer, menghasilkan pohon filogeni dari marga Bouea Indonesia guna mendapatkan arah evolusi dan persebaran tetua Bouea Indonesia., serta mengetahui hubungan kekerabatan Bouea dengan kerabat dekatnya.
BAHAN DAN METODE
Sampel Tanaman
Sampel B. macrophylla dan B. oppositifolia diperoleh dari berbagai wilayah di Indonesia yang mewakili 7 wilayah yang dianalisis pada penelitian ini yaitu Ambon, Banten, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, dan aksesi dari Kebun Raya Bogor (Gambar 1). Sampel yang digunakan berupa sampel daun segar dengan outgroup yang digunakan merupakan kerabat dekatnya yaitu Mangifera indica dan Anacardium occidentale. Aksesi Bouea yang digunakan dalam analisis disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sampel Bouea dan outgroup yang digunakan untuk analisis filogenetik

No
Asal Aksesi
Kode
Jenis
Jumlah
Latitude
Longitude
1
Aceh
SN
B. macrophylla
1
S 04°57'29.7"
E 097°16'32.3"
2
Sumatera Utara (Gunung Tua)
GT
B. macrophylla
1
S 01°02'35.92"
E 099°52'30.56"
3
Sumatera Utara (Sipiongot)
SP
B. macrophylla
1
01o47'14.05"S
099o50'11.68"E
4
Sumatera Barat
BS
B. macrophylla
1
S 00°27'19.3"
E 100°36'19.4"
5
Bangka Belitung
BL
B. oppositifolia
1
2°51'49.11"S
108° 8'50.70"E
6
Kalimantan Barat
KB
B. macrophylla
1
S 01˚21'43.88''
E 110˚10'04.44''
7
Ambon
AM
B. macrophylla
1
S 03˚42'04.32''
E 128˚05'48.27''
8
Banten
BA
B. macrophylla
1
S 06˚17'30.34''
E 105˚50'18.58''
9
Kebun Raya Bogor
KR1
B. oppositifolia
1
06˚35'49.59''S
106˚47'56.19''E
10
Kebun Raya Bogor
KR2
B. oppositifolia
1
06˚35'47.34''S
106˚48'01.80''E
11
Kebun Raya Bogor
KR3
B. oppositifolia
1
06˚35'47.34''S
106˚48'01.80''E
12
Kebun Raya Bogor
KR5
B. oppositifolia
1
06˚35'51.06''S
106˚47'57.46''E
13
Kebun Raya Bogor
KR4
B. macrophylla
1
S 02°57'50.7"
E 104°42'03.1"
14
Kebun Raya Bogor
MI
M. indica
1
06˚35'45.06''S
106˚47'53.46''E
15
Kebun Raya Bogor
AO
A. occidentale
1
06˚35'51.06''S
106˚47'57.46''E

Total
15




Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Indonesia

Isolasi DNA dan Amplifikasi cpDNA trnL-F intergenic spacer
Isolasi DNA mengikuti prosedur CTAB (Doyle and Doyle 1987) dengan  modifikasi. Sebanyak 0,15 g sampel daun digerus menggunakan mortar steril dengan tambahan buffer ekstraksi 0,6-0,8 ml (10% CTAB; 0,5 M EDTA (pH 8,0); 1 M Tris-Hcl (pH 8,0); 5 M Nacl; 1% b-mercaptoethanol). Larutan dihomogenkan kemudian diinkubasi pada suhu 650C selama 1 jam dan diberi penambahan 0,7 ml buffer purifikasi (kloroform:Isoamil Alkohol=24:1 v/v), dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung effendorf steril 2 ml dan ditambahkan 500 µl 2-propanol dingin untuk kemudian di Inkubasi selama 1 malam didalam freezer. Larutan kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Fase cair dibuang sedangkan fase padat/pelet dikering-anginkan dan disimpan dalam larutan TE 100 µl (1 M Tris-HCl pH 8,0; 0,5 M EDTA pH 8,0; dan aquades).
Sekuen trnL-F intergenic spacer diamplifikasi dengan pasangan  primer forward 5’- GGT TCA AGT CCC TCT ATC CC -3’ dan primer reverse 5’- ATT TGA ACT GGT GAC ACG AG -3’ (Taberlet et al. 1991) dengan total volume reaksi 25 µl (2,5 µl DNA template; 2,5 µl primer forward; 2,5 primer reverse; 5 µl distilled water, 12,5 µl PCR mix (FastStart PCR Master Mix Roche)). Amplifikasi DNA sekuen trnL-F intergenic spacer menggunakan mesin PCR Thermalcycler (Qiagen) dengan kondisi predenaturasi selama 5 menit pada suhu 970C diikuti 40 siklus dengan kondisi reaksi denaturasi pada suhu 940C selama 5 menit, annealing pada suhu 520C, dan extension pada suhu 72 0C selama 1 menit, kemudian proses PCR akhiri dengan post-extension pada suhu 72 0C selama 5 menit.
Produk PCR divisualisasi menggunakan gel agarose 1% ditambah dengan 4 µl SYBR ® Safe DNA Gel Stain. Sebanyak 6 µl produk PCR ditambah dengan 1 µl loading dye di running bersama marker 100 bp DNA ladder menggunakan mesin elektroforesis dengan fase gerak berupa buffer TBE 1X pada tegangan 100 volt selama 45 menit. Visualisasi pita yang muncul menggunakan gel documentation. Produk PCR dengan pita yang terlihat selanjutnya akan dikirim ke 1st Base DNA Sequencing Service untuk di sekuensing.

Analisis Filogenetik
Data hasil sequencing sekuen trnL-F intergenic spacer dianalisis dengan program BioEdit 7.0.1 untuk menentukan sekuen konsensus berdasarkan sekuen konservatif dan program MEGA 6.06 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk membangun pohon filogenetik. Hasil sequencing akan di alignment menggunakan program Clustal W yang terdapat pada MEGA 6.06 dan kemudian kladogram akan dibangun berdasarkan hasil alignment data sekuen. Dengan bantuan program MEGA, alignment data dapat dilakukan dan berdasarkan hasil alignment hubungan evolusi dapat diprediksi. Analisis filogenetik menggunakan metode maximum parsimony dan neighbour joining.
HASIL DAN DISKUSI
Visualisasi hasil PCR menggunakan agarose 1% menunjukkan single band yang berarti sekuen trnL-F berhasil diamplifikasi dengan primer forward dan reverse (Gambar 2).


Gambar 2. Visualisasi hasil PCR dengan agarose 1%; AO = A. occidentale, AM1 = Ambon (B. macrophylla), BA5 = Banten (B. macrophylla), BS4 = Batu Sangkar, Sumatera Barat (B. macrophylla), KB = Kalimantan Barat (B. macrophylla), SN = Lhoksukon, Aceh(B. macrophylla), MI = Mangifera indica, BL17 = Bangka Belitung(B. oppositifolia), GT = Gunung Tua, Sumatera Utara(B. oppositifolia), KR1, KR2, KR3, dan KR5 = Kebun Raya Bogor (B. oppositifolia), KR4 =  Kebun Raya Bogor (B. macrophylla), SP = Sipiongot, Sumatera Utara (B. oppositifolia)

Hasil sekuensing dianalisis menggunakan Bioedit 7.0.1 untuk menghasilkan sekuen konsensus. Sekuen konsensus hasil sekuensing Hasil alignment sekuen trnL-F terdiri dari 483 karakter. Dari data tersebut terdapat 351 karakter konservatif, 8 karakter berpotensi parsimony informativ, dan 108 karakter merupakan variable sites. Hasil alignment menunjukkan adanya gap pada sekuen yang disebabkan oleh adanya insersi dan delesi. Peristiwa ini mempengaruhi regulasi dalam ekspresi gen. Pada ingroup (B. macrophylla dan B. oppositifolia), delesi terjadi pada basa no. 1-12, 433, dan 467-483, insersi terjadi pada basa no. 3, 5, 16, 17, 35, 466, 467, 470, dan 471, sedangkan insersi delesi terjadi pada basa no. 3, 5, 467, 470, dan 471. Hasil alignment menunjukkan bahwa pada kedua spesies dari genus Bouea memiliki tingkat homologi yang sangat tinggi (98%). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan tingkat homologi 14 spesies famili Anacardiaceae pada daerah ITS-1 genom inti yaitu 75% (Hidayat dan Pancoro, 2001). Rata-rata frekuensi nukleotida pada sekuen trnL-F adalah 32,2% (T), 22,6% (C), 29.3% (A), dan 16% (G). Sekuen ini kaya akan T/A yaitu sebesar 61,1% sedangkan G/C sebesar 38,8% (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Li (1997) yang menyatakan bahwa komposisi nukleotida yang paling banyak pada daerah nonkoding DNA kloroplas adalah Adenin dan Timin. Di sisi lain, rasio transisi/transversi cukup tinggi (R = 0,92) dimana transisi/transversi rasio purin (0,004) dan transisi/transversi rasio pirimidin (0,258). Variasi muncul di antara spesies yang satu dengan spesies yang lain dalam genus yang sama maupun yang berbeda.
Variasi urutan sekuen yang terdapat pada cpDNA umumnya disebabkan oleh mutasi nukleotida tunggal yang mempresentasikan mutasi yang telah terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama (Fitmawati & Hartana, 2010). Perbedaan panjang sekuen trnL-F terjadi akibat mutasi pada beberapa wilayah tertentu (Borsch et al. 2003), meskipun jumlah perubahan pada sekuen ini sangat kecil jika dibandingkan dengan perubahan pada genom inti, tetapi mampu memberikan informasi  penting dalam menggambarkan proses evolusi karena cpDNA diwariskan secara uniparental atau maternal dimana perubahan yang terjadi pada satu nukleotida berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama (Hancock 2003), berbeda dengan perubahan basa nukleotida yang terjadi pada DNA inti yang merupakan hasil rekombinasi kedua induknya.

Tabel 2. Variasi panjang, AT content, dan GC content pada sekuen trnL-F pada Genus Bouea
Sampel
T
C
A
G
Total (bp)
%AT
%GC
B. macrophylla (BA5)
32,2
22,6
28,8
16,4
451,0
61,0
39,0
B. macrophylla (AM1)
32,4
22,9
28,5
16,2
445,0
60,9
39,1
B. macrophylla (BS4)
31,9
22,2
29,4
16,4
445,0
61,3
38,7
B. macrophylla (KB5)
32,3
22,6
29,0
16,2
452,0
61,3
38,7
B. macrophylla (KR4)
32,2
22,8
28,9
16,2
426,0
61,0
39,0
B. macrophylla (SN)
32,1
22,2
29,5
16,3
455,0
61,5
38,5
B. oppositifolia (BL12)
32,2
22,5
29,1
16,3
454,0
61,2
38,8
B. oppositifolia (GT)
32,1
23,1
28,5
16,3
424,0
60,6
39,4
B. oppositifolia (KR1)
32,1
22,8
28,8
16,4
452,0
60,8
39,2
B. oppositifolia (KR2)
32,1
22,8
29,0
16,2
452,0
61,1
38,9
B. oppositifolia (KR3)
32,2
22,7
28,9
16,1
453,0
61,1
38,9
B. oppositifolia (KR5)
32,1
22,8
29,0
16,2
452,0
61,1
38,9
B. oppositifolia (SP)
31,9
22,8
29,0
16,2
451,0
61,0
39,0
Anacardium occidentale
31,3
22,5
30,2
16,0
457,0
61,5
38,5
Mangifera indica
33,7
21,5
32,0
12,8
413,0
65,6
34,4
Rata-rata
32,2
22,6
29,2
16,0
445,5
61,4
38,6

Pohon filogenetik yang disajikan pada Gambar 3 dibangun dengan metode Maximum Parsimony dan 1000x bootstrap. Metode Neighbour Joining (NJ) juga dilakukan untuk melihat perbedaan jarak genetik dan menganalisis similaritas antar sampel (Gambar 3).

Gambar 3. Pohon filogenetik sekuen trnL-F  dari Bouea dan outgroup (A. occidentale dan M. indica) hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum parsimony berdasarkan kimura-2-parameter model. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.

Analisis pohon filogenetik menyingkap jawaban penting tentang sifat leluhur. Kelompok ingroup dari genus Bouea terpisah dari kelompok outgroup dengan nilai bootstrap 100%.  Pemisahan ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F Intergenic Spacer adalah benar sekuen dari genus Bouea. Pohon ingroup  yang dihasilkan merupakan pohon monofiletik dengan 3 kelompok utama. Kelompok pertama merupakan kelompok yang terdiri dari 1 spesies yaitu B. oppositifolia terdiri dari 7 aksesi. Kelompok kedua terdiri dari 1 spesies yaitu B. macrophylla terdiri dari 6 aksesi. Kelompok ketiga terdiri dari outgroup yaitu M. indica dan A. occidentale (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pernyataan Taberlet et al. (1991) yang menyatakan bahwa DNA kloroplas baik digunakan untuk analisis kekerabatan antar spesies namun belum dapat memisahkan dalam pengelompokkan intraspesies. Pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa B. oppositifolia dan B. macrophylla terpisah secara tegas percabangannya kecuali B. macrophylla aksesi asal Ambon (AM1) yang menunjukkan keunikan tersendiri dengan membentuk cabang terpisah dari kedua jenis Bouea. Hal ini diduga disebabkan oleh jauhnya letak geografi aksesi Bouea, yang memungkinkan terbentuknya relung ekologi yang berbeda dan spesifik, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan yang signifikan pada sekuen basa nukleotida trnL-F DNA kloroplasnya.
Sebanyak 6 aksesi pada B. macrophylla dan 7 aksesi pada B. oppositifolia bersama-sama membentuk 2 cabang utama dan tidak terkelompok secara geografi. Analisis pohon filogenetik berdasarkan sekuen trnL-F memperlihatkan bahwa B. oppositifolia tidak berasal dari satu nenek moyang dari satu daerah. Pola persebaran yang merata di berbagai tempat dapat menjelaskan bahwa Bouea merupakan tumbuhan asli Indonesia bagian barat. Tidak terdapatnya hubungan kekerabatan di antara mereka dimungkinkan karena lingkungan tempat tumbuh terisolasi, dan keadaan ini berasosiasi dengan faktor genetik yang mengakibatkan jauhnya jarak kekerabatan. Berbeda dengan B. macrophylla yang menyatu dalam satu klad dan memperlihatkan kekerabatan  yang tinggi diantara anggota jenisnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa B. macrophylla berasal dari salah satu cabang yang diturunkan dari B. oppositifolia. Dalam hal ini B. macrophylla merupakan bentuk budidayanya. Hal ini juga didukung dengan karakter morfologi yang dimiliki B. macrophylla seperti ukuran buah, ukuran daun lebih besar dan warna lebih cerah yang merupakan karakter unggul dalam budidayanya.
Gambar 4 mengkonfirmasi bahwa B. oppositifolia yang berasal dari Gunung Tua memiliki ukuran klad yang lebih panjang. Berdasarkan analisis Neighbor Joining dapat dikatakan bahwa B. oppositifolia asal Gunung Tua lebih tua atau muncul lebih awal dibanding B. oppositifolia lainnya. Hal ini juga menggambarkan bahwa B. oppositifolia asal Gunung Tua merupakan cikal bakal atau nenek moyang dari Bouea yang ada di Sumatera. Pohon neighbor joining juga mengungkapkan bahwa jenis B. oppositifolia dengan jarak genetik yang panjang memiliki usia jenis yang lebih tua daripada jenis B. macrophylla. Genus Bouea memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan A. occidentale dibandingkan dengan M. indica yang dikenal memiliki kemiripan yang lebih baik dengan genus Bouea.

Gambar 4. Pohon filogenetik sekuen trnL-F  dari Bouea dan outgroup (A. occidentale dan M. indica) hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Neighbour Joining. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.

Keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda cpDNA relatif berbeda dengan keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda morfologi. Pola yang muncul dari penanda cpDNA tidak selalu berhubungan dengan pola yang dihasilkan dari penanda morfologi, dan demikian pula sebaliknya. Hal ini dimungkinkan karena ekspresi pada level morfologi adalah hasil dari rekombinasi dua induk dan faktor lingkungan. Selain itu sekuen gen yang terletak pada DNA kloroplas mengalami laju evolusi yang lebih rendah daripada DNA inti (Taberlet et al. 1991). Daerah nonkoding memiliki tingkat mutasi yang tinggi sehingga variasi yang muncul lebih banyak dan lebih informatif jika dibandingkan dengan dengan daerah koding (Taberlet et al. 1991 ; Hamilton 1999).
Berdasarkan analisis Neighbour Joining pada Gambar 4 menunjukkan bahwa B. oppositifolia asal Gunung Tua (GT), Sumatera Utara memiliki ruas terpanjang dan muncul lebih awal sehingga diduga B. oppositifolia sebagai tetua dari B. macrophylla. Keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda cpDNA dapat sangat berbeda dengan keanekaragaman yang ditunjukkan oleh penanda morfologi. Pola yang muncul dari penanda cpDNA tidak selalu berhubungan dengan pola yang dihasilkan dari penanda morfologi, dan demikian pula sebaliknya. Kloroplas diwariskan secara uniparental atau maternal heredity yaitu diturunkan hanya dari tetua betina dan tidak terjadi rekombinasi sedangkan morfologi diwariskan dari kedua tetua dan terjadi rekombinasi antara sifat kedua tetua serta dipengaruhi oleh lingkungan.


Tabel 3. Koefisien similaritas B. oppositifolia, B. macropylla, dan 2 outgroup (A. occidentale dan M. indica) berdasarkan cpDNA sekuen  trnL-F intergenic spacer

 Aksesi
BM AM1
BM BA5
BM BS4
BM KB5
BM KR4
BM SN
BO BL12
BO GT
BO KR1
BO KR2
BO KR3
BO KR5
BO SP
AO
MI
BM AM1
1,0
BM BA5
0,995
1,0
BM BS4
0,993
0,988
1,0
BM KB5
0,997
0,997
0,991
1,0
BM KR4
0,933
0,937
0,931
0,935
1,0
BM SN
0,991
0,986
0,997
0,989
0,929
1,0
BO BL12
0,986
0,982
0,993
0,984
0,929
0,991
1,0
BO GT
0,929
0,933
0,927
0,931
0,992
0,925
0,925
1,0
BO KR1
0,993
0,993
0,991
0,991
0,933
0,989
0,988
0,929
1,0
BO KR2
0,995
0,995
0,988
0,993
0,933
0,986
0,986
0,929
0,997
1,0
BO KR3
0,997
0,993
0,991
0,995
0,931
0,989
0,988
0,927
0,995
0,997
1,0
BO KR5
0,995
0,995
0,988
0,993
0,933
0,986
0,986
0,929
0,997
0,999
0,997
1,0
BO SP
0,993
0,993
0,986
0,991
0,935
0,984
0,984
0,931
0,995
0,997
0,995
0,997
1,0
AO
0,969
0,973
0,963
0,971
0,912
0,96
0,956
0,908
0,967
0,969
0,967
0,969
0,967
1,0
MI
0,6
0,602
0,598
0,601
0,554
0,597
0,592
0,55
0,601
0,599
0,597
0,599
0,597
0,613
1,0

Keterangan :
BM = Bouea macrophylla, BO = Bouea oppositifolia, AO = Anacardium occidentale, MI = Mangifera indica, AM1 = Ambon, BA5 = Banten, BS4 = Sumatera Barat, KB5= Kalimantan Barat, KR1-5 = Kebun Raya Bogor, SN= Lhoksukon, Aceh, BL12 = Bangka Belitung, GT = Gunung Tua, SP = Sipiongot


Tabel 3 menunjukkan Jarak genetik dan koefisien similaritas B. oppositifolia, B. macropylla, dan 2 outgroup (A. occidentale dan M. indica). Koefisien similaritas tertinggi B. oppositifolia adalah 0,999 terdapat antara B. oppositifolia asal Kebun Raya Bogor (KR5) dengan B. oppositifolia asal Kebun Raya Bogor (KR2), sedangkan koefisien similaritas tertinggi B. macrophylla adalah 0,997 terdapat antara B. macrophylla asal Banten (BA5) dan Batu Sangkar, Sumatera Barat (BS4) dengan B. macrophylla asal Kalimantan Barat (KB5) serta asal Lhoksukon, Aceh (SN). Koefisien similaritas tertinggi antara B. oppositifolia dan B. macrophylla adalah 0,997 yaitu antara B. macrophylla asal Ambon (AM1) dengan B. oppositifolia asal Kebun Raya Bogor (KR3).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Sebanyak 6 aksesi pada B. macrophylla dan 7 aksesi pada B. oppositifolia bersama-sama membentuk 2 cabang utama dan tidak terkelompok secara geografi, B. macrophylla merupakan bentuk budidaya dari B. oppositifolia, dan B. oppositifolia asal Gunung Tua (GT), Sumatera Utara memiliki ruas terpanjang dan diduga sebagai nenek moyang bersama dari B. oppositifolia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Mien A. Rifai, M. Sc. Dari Institut Pertanian Bogor and Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, M. Sc. dari Herbarium Bogoriense dan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas semua kontribusinya dalam penelitian ini.
REFERENSI
Borsch TK, Hilu W, Quandt D, Wilde V, Neinhuis C, Barthlott W. 2003. Non-coding plastid trnT-trnF sequences reveal a well resolved phylogeny of basal angiosperms. J. Evol. Biol. 16: 558–576.
Chung SM, Staub JE, Chen JF. 2006. Molecular phylogeny of Cucumis species as revealed by consensus chloroplast SSR marker length and sequence variation. Genome 49:219-229.
Clegg  MT,  Durbin  ML . 1990. Moleculer approaches to study plant biosystematics. Aust Syst Bot 3:1-8.
Doyle JJ,  Doyle JL. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem Bull 19: 11-15.
Fitmawati, Hartana A. 2010. Phylogenetic Study of Mangifera laurina and its Related Species Using cpDNA trnL-F Spacer Markers. Hayati Journal of Biosciences Vol. 17, No. 1, p. 9-14
Hamilton  MB. 1999. Four primer pairs for the amplification of chloroplast intergenic regions with intraspecific variation. Mol. Ecol. 8: 521-523.
Hancock JF. 2003. Plant Evolution and The Origin of Crop Species. Second Edition. CABI Publishing. CAB International. Wallingford.UK
Harsono T. 2012. Gandaria (Bouea macrophylla Griffith)  Distribusi, Taksonomi  dan Pemanfaaatannya di Indonesia. Prosiding Semirata BKS-PTN Wilayah Barat di Universitas Negeri Medan Tanggal 11-12 Mei 2012
Harsono T. 2013.  Marga Bouea (Anacardiaceae) di Malesia. Makalah Seminar Nasional Biologi Tanggal 13 April 2013 di FMIPA USU
Hidayat , Pancoro A. 2001. Studi filogenetika molekuler Anacardiaceae berdasarkan pada variasi urutan daerah internal transcribe spacer. Hayati 8:98-101.
Hou D. 1975. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora Malesiana, Series 1. Vol. 8. p. 468.
Kajita T, Kamiya K, Nakamura K. 1998.  Moleculer phylogeny of Dipterocarpaceae in Southeast Asia based  on  nucleotide  sequences  of  matK,  trnL  intron,  and  trnL-F  IGS Region in cpDNA.  Mol Phylo Evol 10:202-209.
Li WH. 1997. Molecular Evolution. Sinauer & Associates, Sunderland, Massachusetts.
Papilaya PM. 2007. Kajian Ekologi Gandaria (Bouea macrophylla) hubungannya dengan produksi dan kualitas buah pada ketinggian dari permukaan laut yang berbeda di pulau Ambon (Suatu analisis tentang tumbuhan endemik daerah Maluku). Disertasi. Prodi Biologi. Universitas Malang
Rehatta H.  2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macrophylla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil Penelitian.  Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.
Rifai MA. 1992. Bouea macrophylla Griffith. In Coronel, R.E. & Verheij, E.W.M. (Eds.): Plant Resources of South-East Asia. No. 2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia.
Rudini, 1990. Daftar Identitas flora dan fauna daerah. Jakarta. Depdagri.
Taberlet P, Gielly L, Pautou G, and Bouvet J. 1991. Universal primers for amplification of three non-coding regions of chloroplast DNA. Plant Molecular Biology 17: 1105-1109
Weiguo Z, Yile P, Shihai ZZJ, Xuexia M, Yongping H. 2005. Phylogeny of the Morus (Urticales: Moraceae) inferred from ITS and trnL-F sequences. Af J Biotechnol 4:563- 569.



Submission checklist

Ensure that the following items are present:

The first corresponding author must be accompanied with contact details:
Give mark (X)
·         E-mail address
X
·         Full postal address (incl street name and number (location), city, postal code, state/province, country)
X
·         Phone and facsimile numbers (incl country phone code)



All necessary files have been uploaded, and contain:

·         Keywords
X
·         Running titles

·         All figure captions
X
·         All tables (incl title and note/description)
X


Further considerations

·         Manuscript has been “spell & grammar-checked” Better, if it is revised by a professional science editor or a native English speaker

·         References are in the correct format for this journal
X
·         All references mentioned in the Reference list are cited in the text, and vice versa
X
·         Colored figures are only used if the information in the text may be losing without those images
X
·         Charts (graphs and diagrams) are drawn in black and white images; use shading to differentiate
X


COVERING LETTER

Dear Editor-in-Chief,

I herewith enclosed a research article,

Title:
Analisis Filogenetika Gandaria (Bouea) Indonesia Menggunakan Penanda Molekuler cpDNA trnL-F Intergenik Spacer


Author(s) name:
Tri Harsono1,5©, Nursahara Pasaribu2, Sobir3, Fitmawati4, Eko Prasetya5

Address
(Fill in your institution’s name and address, your personal cellular phone and email)
1Post Graduate Program, Biology Departement, North Sumatra University. Jl. Bioteknologi, No. 1, North Sumatera University, Medan, 20155, North Sumatera, Indonesia. ©email: triharsonounimed@gmail.com
2Biology Departement, North Sumatra University. Jl. Bioteknologi, No. 1, North Sumatera university, Medan, 20155, North Sumatera, Indonesia.
3Center For Tropical Horticultural (PKHT), Bogor Agricultural University. Jl. Raya Pajajaran, Bogor Agricultural University Baranangsiang, Bogor, 16141, West Java, Indonesia.
4Biology Department, Riau University. Jl. HR. Soebrantas, Km 12.5, Panam, Riau University Binawidya, Pekanbaru, 28293, Riau, Indonesia.
5Biology Departement, State University of Medan. Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan, 20221, North Sumatera, Indonesia.

For possibility publication on the journal:
(fill in Biodiversitas or Nusantara Bioscience or proceeding)
Biodiversitas

Novelty:
(state your claimed novelty of the findings versus current knowledge)
Penelitian yang berkaitan dengan gandaria (Bouea) masih jarang dilakukan, padahal gandaria merupakan tanaman khas kawasan Malesia. Gandaria terdistribusi luasi di wilayah Malesia Barat. Gandaria sangat jarang digunakan sebagai objek penelitian utama. Gandaria lebih sering digunakan sebagai outgroup pada penelitian tanaman dari suku Anacardiaceae, seperti marga Mangifera dan Anacardium. Nilai novelity dari penelitian ini adalah informasi baru tentang kekerabatan marga Bouea pada suku Anacardiaceae.

Statements:
This manuscript has not been published and is not under consideration for publication to any other journal or any other type of publication (including web hosting) either by me or any of my coauthors.
Author(s) has been read and agree to the Ethical Guidelines.


List of five potential reviewers
(Fill in names of min. five potential reviewers and their email address. He/she should have Scopus ID or Researcher ID and come from different institution with the authors; better if they come from min. three different countries)



Place and date:



Sincerely yours,
(fill in your name, no need scanned autograph)

Drs. Tri Harsono, M.Si.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar