Minggu, 11 Juni 2017


Persebaran Marga Bouea (Anacardiaceae) di Sumatra

Tri Harsono, Nursahara Pasaribu, Sobir, Fitmawati
Biologi FMIPA Unimed; Biologi, FMIPA USU,
Pertanian IPB, Biologi FMIPA UNRI
ABSTRAK

Telah dilakukan pengamatan morfologi, taksonomi dan persebaran Marga Bouea (Anacardiaceae) di pulau Sumatra berdasarkan data koleksi hidup di lapangan dan koleksi herbarium di Laboratorium Biologi FMIPA Unimed.  Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : (1). Marga Bouea tersebar di kawasan pantai Timur Sumatra pada ketinggian 13 – 160 m alt. (2). Ditemukan 2 jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. (3). Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. yang ditemukan memiliki 2 variasi yang signifikan ditinjau dari morfologi daun dan buah (4). Bouea dikenal dengan beberapa nama lokal seperti Merinya (Aceh), Haramania (Tapsel), Raman (Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung), Asam kundang (Bengkalis), Gundangan (Jambi), Gondoria (Batusangkar) dan tidak memiliki nilai ekonomi penting di lokasi tempat tumbuhnya.

Kata Kunci : Anacardiaceae, Bouea, macrophylla, oppositifolia, Sumatra


Persebaran Marga Bouea (Anacardiaceae) di Sumatra

Tri Harsono, Nursahara Pasaribu, Sobir, Fitmawati
Biologi FMIPA Unimed; Biologi, FMIPA USU,
Pertanian IPB, Biologi FMIPA UNRI

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tro­pika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati tergolong tinggi di dunia. Termasuk juga dengan kekayaan keanekaragaman jenis buah-buahan tro­pisnya. Indonesia merupakan salah satu dari delapan pusat keanekaragaman genetika tanam­an di dunia khususnya untuk buah-buahan tropis (Sastrapradja dan Rifai 1989).  Salah satu buah-buahan tropis yang sangat khas Indonesia tersebut adalah Gandaria (Bouea macrophylla Griffith) yang bahkan telah ditetapkan menjadi maskot provinsi Jawa Barat. Ding Hou (1975) melaporkan  bahwa Bouea (Anacardiaceae)  terdiri atas dua jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. Keduanya tersebar di kawasan Malesiana, namun berdasarkan 85 spesimen  yang ada di Herbarium Bogoriense diketahui tersebar di kawasan Borneo (15 spesimen), Sumatra (21 spesimen), Jawa (24 spesimen), Peninsula Malaysia (8 spesimen), Singapore ( 1 spesimen), Thailand (2 spesimen), Vietnam ( 2 spesimen), sisanya tanpa lokasi. Berdasarkan data speseimen yang ada diketahui bahwa Bouea macrophylla Griffith hanya ditemukan di pulau Jawa, sedangkan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. ditemukan di Sumatra, Malay Peninsula, Vietnam, Thailand dan Singapore. Namun berdasarkan pengamatan spesimen yang dilakukan masih ditemukan variasi yang cukup tinggi pada Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.  asal Kalimantan pada morfologi daunnya. Tingginya jumlah lokasi peresebaran Bouea yang tumbuh di Jawa dan Sumatra memberikan gambaran bah­wa kawasan ini merupakan pusat persebaran terpen­ting untuk Bouea. Berdasarkan spesimen hidup yang berhasil diinventarisir sejauh ini ditemukan beberapa lokasi seperti Sumatra (12 lokasi), Jawa (4 lokasi), Kalimantan (5 lokasi), Ambon ( 1 lokasi).
Ditinjau dari sebaran spesimen herbarium dan sebaran spesimen hidup yang diperoleh maka diperkirakan Sumatra, Jawa dan Kalimantan merupakan satu pusat persebaran gandaria. Selain lokasi persebarannya, plasma nutfah gandaria juga terlihat cukup beragam ditinjau dari ukuran daun maupun buahnya. Sebagai salah satu buah-buahan yang dapat dimakan, di Indonesia cukup banyak ditemukan kulti­var gandaria yang berbeda satu dengan lainnya baik dalam rasa, aroma, dan warna kulit buahnya. Besarnya keanekaragaman sumber plasma nutfah Bouea spp. di Indonesia merupakan modal dasar yang sangat penting untuk pemuliaan. Dari hasil pemuliaan tanaman, diharapkan akan diperoleh bibit unggul baik dalam kualitas maupun produksi buahnya.
Buah gandaria merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang mempunyai nilai ekonomi cukup penting di beberapa pasar perdagangan seperti Ambon. Di Thailand komoditas ini bahkan memiliki nilai khusus karena sangat erotik. Indonesia tidak dilaporkan sebagai negara penghasil buah gandaria karena di negeri kita buah ini hanya terkenal di beberapa kawasan seperti Ambon, Banjarmasin dan Bogor, itupun dengan sumber produksi pohon-pohon hutan yang tersisa dan tidak ada pembudidayaan khusus. Thailand dilaporkan sebagai negara yang telah membudidayakan gandaria dengan lebih baik sehingga gandaria yang di sana dikenal dengan ma praang merupakan salah satu buah yang paling mewarnai sentra perdangan buah-buahan. Masalah ini antara lain disebabkan kualitas buah gandaria Indonesia lebih rendah apabila dibandingkan dengan gandaria yang berasal dari Thailand. Padahal Indonesia, khususnya Kaliman­tan dan Sumatra merupakan pusat persebaran maupun pusat keanekaragaman Gandaria. Kekayaan keanekaragaman jenis dan plasma nutfah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, pe­muliaan tanaman pada kerabat gandaria (Bouea oppositifolia dan Bouea macrophylla) di Indonesia perlu dilakukan  untuk menghasilkan kultivar/bibit yang unggul. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara pengumpulan data dan informasi tentang kekayaan keanekaragaman jenis dan sumber plasma nutfah gandaria di Indonesia. Tahap selanjutnya dilakukan seleksi untuk memilih jenis-jenis ataupun sumber plasma nutfah yang mempunyai nilai lebih. Dengan tersedianya kera­gaman di dalam jenis atau sumber plasma nutfah maka kultivar/bibit unggul yang diinginkan akan dapat dirakit. Bagaimana persebaran dan keanekaragaman plasma nutfah gandaria di Indonesia perlu dilakukan inventarisasi lalu dilakukan koleksi dan konservasi sehingga tersedia satu lokasi gene pool gandaria yang memungkinkan terjadinya gene flow guna menghasilkan gandaria unggulan.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi. Data dan informasi tentang kerabat gandaria di Indonesia diperoleh dari (1). pengamatan spesimen herbarium yang disimpan di Herbarium Bogoriense (2). Hasil inventarisir yang dilakukan di beberapa lokasi dimana gandaria masih ditemukan dalam keadaan hidup dan Kebun Raya Bogor (3). penelusuran pustaka.
Jumlah spesi­men herbarium yang diamati adalah 85 nomor spesimen dan jumlah lokasi hidup yang diamati adalah sebanyak 15 lokasi. Untuk setiap nomor spesimen herbarium dan spesimen hidup yang diamati dilakukan pencatatan data/informasi yang mencakup tentang ciri-ciri/karakter morfologi, nama daerah/lokal, nama latin/ilmiah, lokasi, ha­bitat dan kegunaannya. 
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anacardiaceae Lindl., atau suku mangga-manggaan, mencakup lebih kurang 700 spesies dan lebih dari 82 marga, yang umumnya tersebar di daerah tropik dan beberapa marga ditemukan di daerah beriklim sedang dan dingin. Beberapa marga dari suku ini dibudidayakan dalam jumlah yang luas di dunia dan merupakan tumbuhan yang buah dan bijinya dapat dimakan, memiliki kandungan  senyawa kimia, bernilai getah dan tanaman pekarangan. Beberapa jenis seperti mangga, jambu mente, kedondong   menjadi buah kegemaran banyak orang di dunia (Pell, 2004). Mangga dan jambu mente bahkan menjadi komoditas yang paling disukai hampir di semua belahan dunia. Namun gandaria yang merupakan kerabat dekat mangga, masih terbatas popularitasnya, karena distribusi, produksi dan upaya budidaya serta terbatasnya penelitian yang dilakukan terhadap jenis ini, sehingga popularitasnya tidak sebesar kerabta dekatnya, mangga dan jambu mente. Padahal potensi yang dimilikinya cukup besar andaikata pengembangan komoditas ini terus ditingkatkan dengan berbagai penelitian, percobaan dan persilangan.
Gandaria adalah satu tumbuhan asli Indonesia yang termasuk dalam kelompok suku Anacardiaceae. Suku Anacardiaceae masih membawahi beberapa marga yang masih berkerabat dekat dengan Bouea seperti : Anacardium, Androtium, Bouea, Buchanania, Fegimanra, Gluta, Melanorrhoea, Mangifera, Swintonia (Pell, 2004).
Gandaria (Bouea spp.) adalah satu marga dari suku Anacardiaceae, yang di beberapa daerah di Sumatra disebut dengan berbagai nama yang berbeda seperti merinya (Aceh Utara), remieu (Gayo), haramania (Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhanbatu Selatan), raman (Riau, Jamerrrrrr443bi, Palembang, Lampung), gondoria (Batu Sangakar), asam kundang (Bengkalis), gundangan (Jambi) di kawasan Provinsi Bengkulu belum didapatkan lokasi Bouea. Tanaman ini tumbuh di kawasan pantai timur Sumatra, dengan ketinggian 13 - 160 m alt. Gandaria dimanfaatkan mulai dari buah, daun, hingga batangnya. Buah gandaria yang masih muda sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang dapat dimakan langsung. Daun gandaria sering digunakan sebagai lalap. Di jambi, biji Gandari (Bouea) dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai obat hipertensi. Sedangkan batang gandaria dapat dimanfaatkan sebagai papan dan bahan bangunan.
Tanaman gandaria tumbuh dengan habitus  pohon dengan ketinggian hingga 27 m dengan tajuk rapat. Daunnya tunggal, berbentuk bundar telur-lonjong sampai bentuk lanset atau jorong. Waktu muda berwarna krem, kemudian berangsur ungu tua, lalu menjadi hijau tua. Perbungaannya malai, muncul di ketiak daun, Buahnya bertipe buah batu, berbentuk agak bulat, berdiameter 2,5-5 cm, berwarna kuning sampai jingga, daging buahnya mengeluarkan cairan kental; buahnya tidak berbulu, rasanya asam sampai manis, dengan bau yang khas agak mendekati bau terpentin. Keping biji berwarna lembayung (Rifai, 1991).
Pembudidayaan gandaria umumnya dilakukan di beberapa lokasi tertentu seperti di Provinsi Lampung tepatnya di Kec. Jabung, Lampung Timur.  Ditinjau dari nama-nama lokal yang dikenal di Sumatra, maka ada lebih kurang 7 nama lokal yang diberikan kepada tanaman ini.
Informasi tentang kultivar, varietas maupun galur-galur pada gandaria yang tersebar dan dibudiayakan di Indonesia masih sangat kurang didapatkan. Dalam beberapa pustaka hanya ditemukan  beberapa nama lokal seperti jatake, ramania dan gandaria.  Informasi yang didapatkanpun masih terbatas pada keberadaan, pemanfaatan secara lokal, dan pamasaran yang juga terjadi di pasar-pasar tradisional dan dalam waktu-waktu yang juga tertentu. Gandaria sebagai salah satu tanaman langka Indonesia, masih belum banyak diteliti. Rifai (1991) melaporkan bahwa jumlah kromosom dari tanaman ini juga belum diketahui, dan sejauh ini belum ditemukan literatur yang menjelaskan tentang keragaman kromosom dari tanaman langka maskot provinsi Jawa barat ini. Data tentang khromosom ini penting untuk memungkinkan berbagai upaya-upaya pemuliaan tanaman ini di masa datang. Munculnya varian-varian baru dalam satu hasil persilangan antar kultivar merupakan bagian adari aktivitas yang terjadi pada saat dua kromosom dari induk yang berbeda berpadu. Perpaduan inilah yang menghasilkan satu interaksi baru yang kadang-kadang memunculkan varian-varian yang berbeda dengan tetuanya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 48 nomor spesimen herbarium  kerabat gandaria (Bouea spp.)  Sumatra yang disimpan di Herbarium Bogoriense, ditemukan beberapa nama ilmiah gandaria seperti : Bouea oppositifolia, Bouea burmanica,  Bouea burmanica  var.  macrophylla  Bouea gandaria,  Bouea burmanica var.  roxburghii,  Bouea burmanica var.  microphylla. Namun setelah diadaptasikan dengan hasil penelitian Ding How (1975) dinyatakan bahwa marga Bouea hanya terdiri atas: Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.dan   Bouea macrophylla Griffith.
Berdasarkan pengamatan morfologi spesimen herbarium dan spesimen hidup, maka spesimen yang diidentifikasi sebagai  Bouea macrophylla memiliki bentuk dan ukuran daun serta bentuk dan ukuran buah yang relatif lebih seragam, hanya ada variasi-variasi dari segi ukuran dan type ujung daun. Namun jenis  dalam Bouea oppositifolia memperlihatkan sejumlah variasi yang cukup mencolok dari segi bentuk dan ukuran daun serta bentuk dan ukuran buah. Berdasarkan bentuk dan ukuran morfologi daunnya ditemukan sekitar 4 variasi pada  Bouea  oppositifolia yaitu berdaun bulat, oval, jorong dan  memita. Berdasarkan karakter morfologi  daun dari sejumlah 85 spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense setidaknya dikelompokkan menjadi 4 jenis yang berbeda. Selain morfologi daun, juga masih ditemukan variasi yang cukup signifikan pada bentuk dan ukuran buah, sehingga  hasil revisi Ding Hou (1975) ini masih membuka peluang untuk ditinjau ulang dengan menggunakan karakter selain morfologi untuk memastikan jumlah jenis pada marga Bouea.
Variasi-variasi pada morfologi daun dan buah pada varian-varian yang ada dalam marga Bouea dapat dilihat seperti tertera pada gambar di atas.

A. Morfologi Daun
Secara umum pada marga Bouea merupakan daun tunggal dan tersusun berhadapan (opposite), Daun gandaria berbentuk bundar telur memanjang sampai lanset atau jorong. Permukaan daun mengkilat dan mempunyai ujungnya yang runcing. Ukuran daunnya berkisar antara 5- 40 cm (panjang) dan 2 – 15 cm (lebar). Ciri ini umum ditemukan pada Bouea macrophylla, namun pada Bouea oppositifolia ditemukan variasi daun dari elliptic sampai elliptic anguste yang kesemuanya dikelompokkan menjadi Bouea oppositifolia oleh Ding Hou (1975).

B. Morfologi Buah
Umumnya buah gandaria yang masih muda berwarna hijau. Ketika mulai tua dan matang  buah berwarna kuning hingga jingga. Buah gandaria memiliki daging buah yang berair dan mengeluarkan cairan kental. Buah ini memiliki bau khas yang menyengat seperti aroma terpentin dan memiliki rasa agak asam hingga manis.
Berdasarkan hasil inventarisasi di lapangan diketahui bahwa ada beberapa variasi buah yang cukup signifikan seperti :

Tabel 2. Variasi Buah Gandaria Hasil Koleksi Segar
No

Asal

Warna buah
Ukuran Buah
Rasa Buah
Muda
Mengkal
Matang
1.
Padangbolak
Hajoran**
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning Kehijauan
2,8-3,5 x 2,24-2,7 cm
Manis – Asam
2.
Sipiongot
Hijau
Hijau Kekuningan
Jingga, Kilat

Manis
3
Sosa
Hijau
Hijau Kekuninga
Kuning Kehijauan

Manis – Asam
4.
Langga Payung
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning Kehijauan

Manis – Asam
5.
Lhok Seumawe
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
6.
Lhok Sukon
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
7.
Batusangkar
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-4,2 x  2.0- 3,7 cm
Manis – asam 
8.
Pulau Bengkalis
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
9.
Palembang
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat
2,5-3,8 x  2.0- 3,3 cm
Manis – asam 
10.
Jambi
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat

Manis – Asam
11.
Lampung
Hijau
Hijau Kekuningan
Kuning bercak coklat

Manis – Asam
{
  Catatan : ** tergolong Bouea oppositifolia


C.  Persebaran
Gandaria menyebar sejak kawasan pantai hingga dataran tinggi (13-160 m alt). Beberapa sentra pertumbuhan gandaria antara lain Padang Lawas (Sumatra Utara). Jabung (Lampung), Muaro Jambi (Jambi) dan TAHURA Suatan Syarif Kasim (Riau). Di Sumatra, pembudidayaan gandaria masih dilakukan secara sambilan oleh beberapa petani di Jambi. Di Sumatra Utara tanaman ini tumbuh liar di kawasan hutan dan tepian sungai. Sedangkan di Lampung budidaya Gandaria (Bouea) dilakukan secara besar-besaran dengan pembibitan yang luas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari spesimen herbarium dan hasil koleksi segar di lapangan diketahui bahwa ada beberapa lokasi dimana gandaria ditemukan tersebar luas. Dari data spesimen herbarium lokasi persebarannya adalah Aceh (Aceh Utara), Sumatera Utara (Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhanbatu Selatan), Riau (TAHURA Sutan Syarif Kasim, Siak dan Tesso Nilo, Pelalawan), Sumatra Barat (Batu Sangkar), Jambi (Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur), Sumatra Selatan (Kota Palemabang) dan Lampung (Lampung Timur). Tidak ditemukan koleksi spesimen  yang berasal dari kawasan Bengkulu.
Gandaria adalah tumbuhan tropik basah dan dapat tumbuh pada tanah yang ringan dan subur. Tumbuh liar di hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl., tetapi dalam pembudidayaan telah berhasil ditanam pada ketinggian sekitar 850 m dpl (Rifai, 1991).
                Dari data yang didapatkan berdasarkan spesimen herbarium, maka diketahui bahwa  gandaria ditemukan pada kawasan dataran rendah, hingga ketinggian l.k. 500 m alt.
                Berdasarkan data dari lapangan, Gandaria (Bouea spp) banyak ditemukan di kawasan hutan primer, tepi sungai, tepi sawah dan banyak di budidayakan di sekitar rumah warga, misalnya di daerah Palembang dan Jambi.

Pemanfaatan
      Gandaria dimanfaatkan dalam berbagai bentuk dan pengolahan. Gandaria dimanfaatkan buah, daun, dan batangnya. Buah gandaria berwarna hijau saat masih muda, dan sering dikonsumsi sebagai rujak atau campuran sambal gandaria. Buah gandaria yang matang berwarna kuning, memiliki rasa kecut-manis dan dapat dimakan langsung. Daunnya sebagai lalap. Batang gandaria dapat digunakan sebagai papan.
        Di Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Palembang, masyarakat banyak memanfaatkan tumbuhan ini sebagai makananan. Di Hajoran, Sumatra Utara, Bouea dimanfaatkan sebagai bahan rujak. Di kawasan Jambi dan Lampung, tumbuhan ini dibuat sebagai bahan papan. Masyarakat melayu Jambi, mengonsumsi biji gandaria sebagai obat hipertensi.
  

Kesimpulan

(1) Marga Bouea tersebar di kawasan Malesia (Indonesia, Malaysia, Brunei, Singa pore, Thailand, Vietnam dan Selatan China).
(2)  Tumbuh pada kawasan tepi hutan, kebun warga dalam jumlah terbatas.
(3) Mencakup 2 jenis yaitu Bouea macrophylla Griffith dan Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb.
(4) Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. masih memiliki variasi yang luas, sehingga membutuhkan pendekatan selain morfologi untuk memastikan status taksonominya.
(5) Buah dan daun segar Bouea dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pemanfaatan kayunya yang berkualitas baik, lambatnya pertumbuhan dan terbatasnya budidaya, merupakan salah satu penyebab kelangkaan Bouea.

Pustaka
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan. ttp://resepmasakandaerahku.
         blogspot. com/2011/12/sambal-ramania.html.
Anonim, 2011. Resep makanan Daerah Kalimantan. ttp://resepmasakandaerahku.    blogspot.com/2011/12/sambal-ramania.html.
Ding Hou, 1978. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora Malesiana, Series 1. Vol. 8. p. 468.
Harsono, T. 2012. Urgency penyelamatan Plasma Nutfah Tumbuhan Langka Di Sumatra. Studi Kasus Pada Tumbuhan Gandaria. Journal Sains Indonesia Vol. 36 (1) 34-50.
Rifai, M.A. 1991. Bouea macrophylla Griffith In: Verheij, E.W.M. and Coronel, R.E. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 2: Edible fruits and nuts. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 104-105
Griffith . 1854. Bouea macrophylla  Griff., Pl. Cantor in Journal Asia Soc. Benghal : 23 (1854)
Meisnerr. 1837. Bouea oppositifolia (Roxb.) Meisn. Pl. Vasc. Gen. 2:55. 1837
Miquel. 1859. Bouea gandaria Blume ex Miq. Flora. Nedherland Indie 1(2):635. 1859
Pell., S.C. 2004.  Molecular Systematics of The Cashew Family (Anacardiaceae). Dissertasion. The Depart. of Biological Sciences. Louisiana State University
Rehatta,H.  2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macro phylla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil Penelitian.  Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.
Sastrapradja, S.D. dan M.A. Rifai. 1989. Mengenal sumber pangan nabati dan sumber plasma nutfahnya. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional dan Puslitbang Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar