Variasi Intraspesifik Berdasarkan DNA Kloroplas
(cpDNA) Pada Bouea macrophylla Griffit
Makalah dalam Seminar Nasional
Bioeti 3 Tanggal 19 September 2015
di Convention Hall
Universitas Andalas Padang
Oleh :
Tri Harsono dan Nuraini
Harahap
Dosen Biologi
FMIPA Unimed, Medan, Indonesia
Email: triharsonounimed@gmail.com
Variasi Intraspesifik Berdasarkan DNA Kloroplas (cpDNA) Pada Bouea macrophylla Griffit
Dosen Biologi
FMIPA Unimed, Medan, Indonesia
Email: triharsonounimed@gmail.com
ABSTRAK
Bouea merupakan anggota dari famili Anacardiaceae yang terdistribusi luas di
daerah Malesia. Malesia merupakan kawasan yang terbentang antara benua Asia dan
Australia mencakup Filipina, Brunei, Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, dan
Singapura. Tanaman ini memiliki variasi fenotip karena keragaman genetik dan
adaptasi di berbagai ragam kondisi lingkungan. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengklasifikasikan Bouea macrophylla Griffit berdasarkan variasi genetik
menggunakan DNA kloroplas. Daerah TrnL-F
intergenic spacer merupakan daerah
nonkoding pada DNA kloroplas yang dapat digunakan sebagai penanda untuk melihat
variasi genetik intraspesifik. Sampel diperoleh dari 5 tempat di Indonesia
yaitu Ambon, Banten, Aceh, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Isolasi DNA
menggunakan metode Doyle dan Doyle yang dimodifikasi, kemudian diamplifikasi
menggunakan primer trnL-F forward dan primer trnL-F reverse. Produk
PCR dengan panjang fragmen 350-400 bp kemudian disekuensing di 1st
Base Singapura. Data hasil sekuensing dianalisis menggunakan software MEGA 6.06
untuk membangun pohon filogenetik menggunakan out group Mangifera indica dan
Anacardium occidentale. Hasil dari
peneltian ini menunjukkan bahwa daerah trnL-F
pada DNA kloroplas adalah daerah dengan konservatif yang tinggi. Bouea macrophylla Griffit memiliki
kedekatan dengan Anacardium occidentael. Analisis
pohon filogenetik dengan menggunakan Software Mega 6.06 menunjukkan bahwa
konsistensi spesies tersebut dari nenek moyang yang sama dan memisah dari
spesies Mangifera indica dan Anacaardium occidentale sebagai out group.
Kata Kunci : Bouea macrophylla Griffit, cpDNA, filogenetik, variasi
intraspesifik
PENDAHULUAN
Bouea
merupakan anggota dari suku Anacardiaceae yang persebarannya
meliputi wilayah Malesia (Ghazali & Mohammad, 2014), kawasan yang
terbentang antara benua Asia dan Australia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, Bouea dikenal sebagai flora identitas
provinsi Jawa Barat (Rifai, 1992), bahkan disebutkan sebagai tanaman endemik
daerah kepulauan Maluku (Rehatta, 2005; Papilaya, 2007). Marga Bouea memiliki 2 anggota yaitu Bouea oppositifolia
(Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla Griffith (Hou, 1975) yang
dibedakan berdasarkan bentuk daunnya.
DNA kloroplas telah banyak digunakan untuk
mengamati hubungan antar spesies antara Angiospermae dengan tanaman lainnya (Clegg
et al., 1991) tetapi memiliki tingkat
evolusi yang rendah sehingga DNA ini memiliki keterbatasan dalam mengamati
hubungan intraspesifik (Tarbelet et al., 1991).
Sekuen trnL-F merupakan sekuen yang
terletak pada trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF (GAA) (Adjie et a.l, 2008). Sekuen ini mengkode RNA transfer dan diantara kedua
sekuen tersebut terdapat sekitar 1000 bp sekuen daerah kon-koding (intergenic spacer antara trnL dan trnF) (Holt
et al., 2005). Sekuen non-koding
memiliki frekuensi mutasi yang tinggi (Palmer et al., 1988) sehingga sekuen di daerah non-koding baik untuk studi
evolusi dan untuk mengidentifikasi penanda genetik intraspesifik karena mudah
diamplifikasi dan memiliki ukuran yang tidak terlalu panjang (Tarbelet et al., 1991). Daerah
non-koding pada DNA kloroplas dianggap lebih sesuai untuk studi kekerabatan
mulai tingkat jenis hingga suku (Tsai et
al., 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
variasi intraspesifik berdasarkan variasi DNA kloroplas pada sekuen trnL-F intergenic spacer pada 5 sampel B. macrophylla Griffit yang diperoleh dari berbagai pulau di
Indonesia termasuk kepulauan Maluku (Ambon), pulau Sumatera (Sumatera Barat,
Aceh Timur), Pulau Jawa (Banten), dan pulau Kalimantan (Kalimantan Barat).
BAHAN
DAN METODE
Sampel diperoleh
dari 5 tempat di Indonesia yaitu Ambon (AMI), Banten (BA5), Lhoksukon Aceh
(SN), Batu Sangkar, Sumatera Barat (BS4) dan Kalimantan Barat (KB5) (Gambar 1).
Pengambilan sampel dilakukan antara Januari-Desember 2014.
Gambar 1. Peta pengambilan sampel. (1) Lhoksukon, Aceh Utara, (2) Batu
Sangkar, Sumatera Barat, (3) Banten, (4) Kalimantan Barat, (5) Ambon, Kepulauan
Maluku
Isolasi DNA
DNA diisolasi dari
daun tanaman B. macrophylla Griffit menggunakan metode Doyle & Doyle
(1987) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 0,15 mg sampel digerus menggunakan
mortar steril dengan tambahan pasir kuarsa dan 0,6-0,8 buffer ekstraksi (10% CTAB; 0,5 M EDTA (pH 8,0);1 M Tris-HCl (pH
8,0);5 M NaCl; 1% b-mercaptoethanol) dan kemudian divortes hingga homogen. Larutan
diinkubasi pada suhu 650C selama 1 jam kemudian diberi penambahan
0,6-0,7 ml buffer purifikasi
(Kloroform : Isoamil Alkohol = 24:1 v/v), selanjutnya larutan disentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Supernatan dipindahkan kedalam
tabung ependorf 2 ml steril dan diberi penambahan 500-600 ml 2-propanol dingin dan diinkubasi selama 1
malam di dalam freezer. Larutan
kemudian di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Fase cair
kemudian dibuang sedangkan fase padat/pelet di kering anginkan. Selanjutnya
untuk penyimpanan, pelet dilarutkan dalam 100 ml TE (1 M Tris-HCl pH 8.0; 0,5 M EDTA pH 8,0; dan aquades).
Amplifikasi penanda DNA Kloroplas dan
Sekuensing
Reaksi PCR dengan
menggunakan penanda DNA Kloroplas menggunakan primer cpDNA forward 5’- GGTTCAAGTCCCTCTATCCC -3’ dan primer cpDNA reverse 5’-ATTTG AACTGGTGACACGAG -3
dengan total volume reaksi 25 ml (2,5 ml DNA template; 2,5 ml primer forward; 2,5 ml primer reverse; 5 ml distilled water; 12,5 ml PCR mix (FasStart
PCR Master Mix Roche). Amplifikasi menggunakan mesin Thermalcycler (Qiagen) dengan kondisi predenaturasi pada suhu 970C selama 5 menit, diikuti 40
siklus dengan kondisi reaksi denaturasi
pada suhu 940C selama 1 menit, annealing
pada suhu 520C selama 1 menit, dan extension pada suhu 720C selama 2 menit, kemudian
ditambahkan post-extension pada suhu
720C selama 5 menit. Produk PCR kemudian divisualisasi menggunakan
gel agarose 1% yang telah diisi SYBR®
Safe DNA Gel Stain sebanyak 4 ml. Sebanyak 6 ml produk PCR
ditambahkan dengan Loading Dye 1 ml di running bersama dengan marker 100 bp DNA Ladder menggunakan elektroforesis pada tegangan 100 V selama 45
menit. Visualisasi pita yang muncul dilakukan menggunakan Gel Documentation. Jika pita hasil elektroforesis telah muncul,
maka produk PCR selanjutnya dikirim ke 1st Base DNA Sequencing
Service untuk disekuensing.
Analisis Data
Data molekuler
berupa hasil dari sekuensing sekuen trnL-F
intergeneric spacer DNA kloroplas
akan dianalisis menggunakan software
BioEdit untuk menentukan konsensus sekuen berdasarkan sekuen konservatif dan
MEGA 6.06 (Molecular Evolutionary Genetic
Analysis) untuk membangun kladogram. Hasil sekuensing akan di alignment menggunakan Clustal W yang
terdapat pada MEGA 6.06 dan kemudian
kladogram akan dibangun berdasarkan hasil alignment
data sekuen. Analisis sekuen konservatif dilakukan untuk mengetahui tingkat
mutasi dan jenis mutasi intraspesifik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekuen trnL-F dari DNA kloroplas yang
diamplifikasi menggunakan primer cpDNA forward
dan cpDNA reverse berhasil di
amplifikasi seluruhnya. Produk PCR memiliki panjang antara 415-430 bp.
Gambar 2. Hasil elektroforesis PCR product
menghasilkan panjang DNA berkisar 400-500 bp. M: Marker, AO: Anacardium occidentale, AMI: Ambon, BA5:
Banten, BS4: Batu sangkar, KB5: Kalimantan barat, SN: Lhoksukon, MI: Mangifera indica
Hasil alignment
5 sekuen trnL-F menunjukkan bahwa
terdapat 455 karakter dimana terdapat 397 (93,2 %) mengandung conserved region dan 29 (6,8 %) variable
sites. Hasil ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F dari DNA kloroplas B. macrophylla
Griffit
sangat konservatif. Hal ini mengkonfirmasi bahwa sekuen trnL-F pada DNA kloroplas memiliki variasi yang rendah dan sulit
digunakan untuk membedakan antar spesies, apalagi membedakan keragaman genetik
antar spesies. Menurut Harsono (2013) B. macrophylla
Griffit yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Ambon
memiliki sedikit variasi. Hal ini sesuai dengan Tarbelet (2007) yang menyatakan
bahwa meskipun sekuen trnL-F mudah
diamplifikasi, kemampuannya untuk mendeteksi variasi pada tingkat spesies
sangat rendah.
Pada hasil sekuen trnL-F, terlihat variasi genetik antar
dimana variasi ini dapat berupa subtitusi, insersi, maupun delesi. Hasil
multiple alignment trnL-F DNA lima
sampel B. macrophylla Griffit
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Urutan
Hasil Multipe Alignment menggunakan Clustal W MEGA 6.06
Kode Urutan Hasil Multipe Alignment
AMI -------CCA AGGGCCATTT --ACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
BA5 ---------A
AGGGCCCTTT --ACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
BS4 --------AA
AGGGC--ATT TA-CTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
KB5 CCCCCCAAAA
AGGGCCCATT TAACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
SN CCCCCCAAAA
AGGGCCCATT TAACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
AMI GGTTCCAATT
TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
BA5 GGTTCCAATT
TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
BS4 GGTTCCAATT
TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
KB5 GGTTCCAATT
TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
SN GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT
TCCATTTGTA
AMI TCCGAGCAGA
ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
BA5 TCCGAGCAGA
ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
BS4 TCCGAGCAGA
ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
KB5 TCCGAGCAGA
ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
SN TCCGAGCAGA
ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
AMI ATACACGTAG
AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
BA5 ATACACGTAG
AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
BS4 ATACACGTAG
AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
KB5 ATACACGTAG
AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
SN ATACACGTAG
AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
AMI TCACAATCCA
TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
BA5 TCACAATCCA
TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
BS4 TCACAATCCA
TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
KB5 TCACAATCCA
TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
SN TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT
CTTCTTTTTG
AMI AATATTCAAG
AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
BA5 AATATTCAAG
AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
BS4 AATATTCAAG
AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
KB5 AATATTCAAG
AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
SN AATATTCAAG
AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
AMI GTCTTTTTTA
ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
BA5 GTCTTTTTTA
ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
BS4 GTCTTTTTTA
ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
KB5 GTCTTTTTTA
ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
SN GTCTTTTTTA
ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
AMI GCGTCGGTAA
TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
BA5 GCGTCGGTAA
TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
BS4 GCGTCGGTAA
TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
KB5 GCGTCGGTAA
TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGCCAG AGGACTGAAA
SN GCGTCGGTAA
TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
AMI ATCCTCGTGT
CACCAGTTCA AATAAA-
BA5 ATCCTCGTGT
CACCAGTTCA AATAA--
BS4 ATCCTCGTGT
CACAG----- -------
KB5 ATCCTCGTGT
CACCAGTTCA AATAA--
SN ATCCTCGTGT CACAGGTTCA AATAAAA
B. macrophylla Grifit mengalami insersi/delesi pada sekuen trnL-F pada basa ke 1-9,16, 17, 21-23,
388, dan 415-427 setelah semua sekuen B.
macrophylla Grifit disejajarkan. Variasi yang muncul pada sekuen trnL-F terjadi pada basa ke 8, 9, 17,
dan 415.
Analisis filogenetik
terhadap data hasil sekuensing sekuen trnL-F
menggunakan metode Maximum Likelihood berdasarkan
kimura-2-parameter model menunjukkan
hasil topologi yang memiliki kesamaan. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen trnL-F hasil rekontruksi dengan metode Maximum Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter model disajikan pada
Gambar 3. Berdasarkan hasil rekontruksi pohon filogenetik pada Gambar 3 dapat
diketahui bahwa B. macrophylla Griffit
asal Kalimantan barat terpisah dari B. macrophylla
Griffit asal Banten, Aceh, Sumatera Barat dan Ambon. B. macrophylla Griffit asal Sumatera barat memiliki kedekatan
dengan B. macrophylla Griffit asal
Lhoksukon, Aceh, sedangkan B. macrophylla
Griffit asal Ambon memiliki kedekatan dengan B. macrophylla Griffit asal Banten. Hal ini dapat dikarenaka oleh
letak geografi Sumatera barat lebih dekat dengan Aceh sehingga hubungan
kekerabatan yang lebih dekat. B.
macrophylla Griffit asal Kalimantan barat terpisah dikarenakan letak
geografi pulau Kalimantan yang berada lebih ke utara jika dibandingkan dengan Ambon
dan Banten dan dipisahkan oleh laut Jawa. Kedekatan hubungan kekerabatan antara
B. macrophylla Griffit asal Ambon dan
Banten menjadi informasi terbaru dan diperlukan analisis dan informasi tambahan
untuk mengkaji hubungan kekerabatan antara B.
macrophylla Griffit di dua lokasi yang secara letak geografi cukup jauh.
Gambar 3.Pohon filogenetik
sekuen trnL-F dari Bouea
macrophylla Griffit dan outgroup A.
occidentale dan M. indica hasil
rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum
Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter
model. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.
Gambar 4.Pohon filogenetik sekuen
trnL-F dari 5
sampel Bouea macrophylla Griffit hasil
rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum
Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter
model. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.
Sekuen trnL-F kurang sesuai jika digunakan
untuk membangun pohon filogenetik (Brinegar, 2009), akan tetapi data hasil
penelitian menunjukkan adanya subtitusi nukleotida sehingga sekuen trnL-F dapat digunakan sebagai penanda
molekuler untuk menentukan variasi intraspesifik pada B. macrophylla Griffit. B. macrophylla
Griffit memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan A. occidentale dibandingkan dengan M. indica.
Jarak genetik dihitung menggunakan MEGA 6.06 untuk
membandingkan urutan sekuen dan melihat kesamaan sekuen antara semua sekuen
hasil sekuensing yang telah diperoleh. Jarak genetik sekuen trnL-F DNA
Kloroplas B. macrophylla Griffit.
Dari 5 sampel disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jarak
genetik sekuen trnL-F DNA Kloroplas B. macrophylla
Griffit.
AO
|
AMI
|
BA5
|
BS4
|
KB5
|
SN
|
MI
|
|
Anacardium
occidentale (AO)
|
ID
|
|
|||||
B. Macrophylla (AMI)
|
0,01335
|
ID
|
|
||||
B. Macrophylla (BA5)
|
0,01335
|
0,00000
|
ID
|
|
|||
B. Macrophylla (BS4)
|
0,02147
|
0,00798
|
0,00798
|
ID
|
|
||
B. Macrophylla (KB5)
|
0,01605
|
0,00265
|
0,00265
|
0,00531
|
ID
|
|
|
B. Macrophylla (SN)
|
0,02147
|
0,00798
|
0,00798
|
0,00000
|
0,00531
|
ID
|
|
Mangifera
indica (MI)
|
0,57209
|
0,57838
|
0,57838
|
0,57838
|
0,57923
|
0,57838
|
ID
|
Keterangan:
AMI = Asal Ambon,
BA5 = Asal Banten, BS4 = Asal Batu Sangkar, Sumatera Barat, KB5 = Asal
kalimantan Barat, SN = Asal Lhoksukon, Aceh Utara
Tabel 2 menunjukkan
adanya jarak genetik yang rendah antara hasil sekuen pada sampel satu dengan
sampel lainnya pada B. macrophylla Griffit
dan menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan A. occidentale dan M. indica. Jarak genetik tertinggi terdapat pada antara SN dengan
AMI dan SN dengan BA5 serta BS4 dengan AMI dan BS4 dengan BA5 dengan jarak
genetik 0,00798. Jarak genetik terendah terdapat antara antara AMI dan BA5 dan SN
dengan BS45 dengan jarak genetik 0. Hal ini menunjukan bahwa sekuen trnL-F memiliki kemampuan yang rendah
untuk melihat variasi genetik intraspesies tetapi memiliki kemampuan yang cukup
baik untuk melihat variasi genetik antar spesies. Pada Tabel 2 ditunjukkan
bahwa sampel out group yang
menggunakan M. indica menunjukkan jarak
genetik yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,57838 hingga 0,57923,
sedangkan pada A. occidentale menunjukkan
jarak genetik yang cukup rendah yaitu berkisar antara 0,01335 hingga 0,02147
yang menunjukkan bahwa A. occidentale memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan B. macrophylla Griffit dibandingkan M. occidentale. Hal ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F mampu membedakan dengan cukup
baik antara genus Mangifera, Anacardium, dan genus Bouea. Daerah non-koding merupakan
daerah yang menunjukkan frekuensi mutasi yang paling tinggi sehingga
dimungkinkan terdapat banyak perbedaan pada daerah tersebut baik antar jenis
maupun dalam jenis (Tsai et al., 2006).
Sekuen trnL-F memiliki tingkat keterbatasan
dalam menentukan perbedaan tingkat infraspesifik sehingga untuk tanaman lain
yang memiliki tingkat variasi fenotip yang rendah, tidak disarankan menggunakan
sekuen trnL-F sebagai menanda
molekuler (Fatinah et al., 2013).
Pada tanaman B. macrophylla Griffit,
wilayah trnL-F menunjukkan adanya
tingkat mutasi yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai penentu
variasi intraspesifik.
KESIMPULAN
B. macrophylla Griffit yang berasal dari pulau Sumatera (Batu
sangkar, Sumatera barat dan Lhoksukon, Aceh) memiliki variasi genetik yang
lebih kecil dan kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan B. macrophylla Griffit yang berasal dari
luar pulau Sumatera. B. macrophylla Griffit
yang berasal dari Kalimantan barat memiliki cabang yang memisah jika dilihat
dari pohon filogenetik. B. macrophylla Griffit
asal Banten memiliki kedekatan dengan B.
macrophylla Griffit asal Ambon. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan
bahwa sekuen trnL-F dapat digunakan
untuk menentukan variasi intraspesifik pada B.
macrophylla Griffit dari berbagai letak geografi yang berbeda.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Kementrian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia atas pendanaan bagi penelitian ini melalui Program Hibah Kompetitif
Nasional, Skim Hibah Penelitian Fundamental Tahun 2015/2016 dan laboratorium molekuler, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, B.,
Takamiya, M., Ohta, M., Ohsawa, T. A., Watano, Y. 2008. Molecular Phylogeny of
the Lady Fern Genus Athyrium in Japan Based on Chloroplast rbcL and trnL-trnF Sequences. Acta Phytotaxonomica
et Geobotanica 59 (2):79-95.
Brinegar,
C. 2009. Assessing evolution and biodiversity in plants at the molecular level.
Kathmandu University of Science, Engineering and Technology. Vol 5, No
II, 2009, pp. 149-159
Clegg,
M.T., Learn, G.H., Golenberg, E.M. 1991. Molecular
evolution of chloroplast DNA. In: Selander RK, Clark AG, Whittam TS (eds) Evolution at the Molecular Level, Clegg
MT, Learn GH, Golenberg EM: Molecular
evolution of chloroplast DNA. In: Selander RK, Clark AG, Whittam TS (eds)
Evolution at the Molecular Level, pp. 135-149
Palmer, J.D., Jansen, R.K.,
Michaels, H.J., Chase, M.W., Manhart, J.R. 1988. Chloroplast DNA variation and plant phylogeny. Ann Missouri Bot
Garden 75:1180-1206
Fatinah,
A.A., Arumingtyas, E.L., dan Mastuti, R. 2013. Infraspesific Classification in Amaranthus spinosus Based on
Morphological and Molecular Data. The
Third Basic Science International Conference: B01-1
Ghazali,
M.N. and Mohammad, A.L. 2014. Comparative Leaves Anatomical Studies of Bouea, Mangifera, and Spondias (Anacardiaceae) in Malaysia. Journal of Life Sciences, Volume 8,
number 9
Harsono,
T. 2013. Marga Bouea (Anacardiaceae) di
Malesia. Makalah Seminar Nasional Biologi
Tanggal 13 April 2013 di FMIPA USU
Holt, S. D. S.,
Horová, L., Bureš, P., Janecek, J., Cernoch, V. 2005. The trnL-F Plastid DNA Characters of Three Poa
pratensis (Kentucky Bluegrass) Varieties. Plant, Soil and Environment 51
(2):94-99
Hou, D. 1975. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora Malesiana, Series 1. Vol. 8. p.
468.
Papilaya,
P.M. 2007. Kajian Ekologi Gandaria (Bouea
macrophylla) hubungannya dengan produksi dan kualitas buah pada ketinggian dari
permukaan laut yang berbeda di pulau Ambon (Suatu analisis tentang tumbuhan
endemik daerah Maluku). Disertasi. Prodi Biologi. UM-Malang
Rehatta,
H. 2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macrophylla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Laporan Hasil Penelitian. Lemlit.
Universitas Pattimura. Ambon.
Rifai, M.A., 1992. Bouea macrophylla Griffith. In
Coronel, R.E. & Verheij, E.W.M. (Eds.): Plant Resources of South-East Asia.
No. 2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp.
104-105.
Taberlet, P., Coissac, E. Pompanon, F., Gielly,
L., Muqiel, C., Valentini, A., Vermat, T., Corthier, G., Brochman, dan C.,
Willerslev, E. 2007. Power and limitations of the chloroplast trnL (UAA) intron
for plant DNA barcoding. Nucleic
Acids Res. 35(3) : e14.
Taberlet, P., L. Gielly, G. Pautou, and J.
Bouvet. 1991. Universal primers for amplification of three non-coding regions
of chloroplast DNA. Plant Molecular Biology 17:
1105-1109
Tsai, L., Yu, Y., Hsieh, H., Wang, J.,
Linacre, A., Lee, J. C. 2006. Species Identification Using Sequences of the trnL Intron and the trnL-trnF IGS of Chloroplast
Genome Among Popular Plants in Taiwan. Forensic
Science International 164:193-200
Tidak ada komentar:
Posting Komentar