Senin, 12 Juni 2017


Variasi Intraspesifik Berdasarkan DNA Kloroplas
(cpDNA) Pada Bouea macrophylla Griffit

Makalah dalam Seminar Nasional Bioeti 3 Tanggal 19 September 2015
di Convention Hall Universitas  Andalas Padang



Oleh :

Tri Harsono dan Nuraini Harahap
Dosen Biologi FMIPA Unimed, Medan, Indonesia



Variasi Intraspesifik Berdasarkan DNA Kloroplas (cpDNA) Pada Bouea macrophylla Griffit

Tri Harsono dan Nuraini Harahap
Dosen Biologi FMIPA Unimed, Medan, Indonesia

Email: triharsonounimed@gmail.com

ABSTRAK

Bouea merupakan anggota dari famili Anacardiaceae yang terdistribusi luas di daerah Malesia. Malesia merupakan kawasan yang terbentang antara benua Asia dan Australia mencakup Filipina, Brunei, Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tanaman ini memiliki variasi fenotip karena keragaman genetik dan adaptasi di berbagai ragam kondisi lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasikan Bouea macrophylla Griffit berdasarkan variasi genetik menggunakan DNA kloroplas. Daerah TrnL-F intergenic spacer merupakan daerah nonkoding pada DNA kloroplas yang dapat digunakan sebagai penanda untuk melihat variasi genetik intraspesifik. Sampel diperoleh dari 5 tempat di Indonesia yaitu Ambon, Banten, Aceh, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat. Isolasi DNA menggunakan metode Doyle dan Doyle yang dimodifikasi, kemudian diamplifikasi menggunakan primer trnL-F forward dan primer trnL-F reverse. Produk PCR dengan panjang fragmen 350-400 bp kemudian disekuensing di 1st Base Singapura. Data hasil sekuensing dianalisis menggunakan software MEGA 6.06 untuk membangun pohon filogenetik menggunakan out group Mangifera indica dan Anacardium occidentale. Hasil dari peneltian ini menunjukkan bahwa daerah trnL-F pada DNA kloroplas adalah daerah dengan konservatif yang tinggi. Bouea macrophylla Griffit memiliki kedekatan dengan Anacardium occidentael. Analisis pohon filogenetik dengan menggunakan Software Mega 6.06 menunjukkan bahwa konsistensi spesies tersebut dari nenek moyang yang sama dan memisah dari spesies Mangifera indica dan Anacaardium occidentale sebagai out group.

Kata Kunci : Bouea macrophylla Griffit, cpDNA, filogenetik, variasi intraspesifik

PENDAHULUAN

      Bouea merupakan anggota dari suku Anacardiaceae yang persebarannya meliputi wilayah Malesia (Ghazali & Mohammad, 2014), kawasan yang terbentang antara benua Asia dan Australia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, Bouea dikenal sebagai flora identitas provinsi Jawa Barat (Rifai, 1992), bahkan disebutkan sebagai tanaman endemik daerah kepulauan Maluku (Rehatta, 2005; Papilaya, 2007). Marga Bouea memiliki 2 anggota yaitu Bouea oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan Bouea macrophylla Griffith (Hou, 1975) yang dibedakan berdasarkan bentuk daunnya.
     DNA kloroplas telah banyak digunakan untuk mengamati hubungan antar spesies antara Angiospermae dengan tanaman lainnya (Clegg et al., 1991) tetapi memiliki tingkat evolusi yang rendah sehingga DNA ini memiliki keterbatasan dalam mengamati hubungan intraspesifik (Tarbelet et al., 1991). Sekuen trnL-F merupakan sekuen yang terletak pada trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF (GAA) (Adjie et a.l, 2008). Sekuen ini mengkode RNA transfer dan diantara kedua sekuen tersebut terdapat sekitar 1000 bp sekuen daerah kon-koding (intergenic spacer antara trnL dan trnF) (Holt et al., 2005). Sekuen non-koding memiliki frekuensi mutasi yang tinggi (Palmer et al., 1988) sehingga sekuen di daerah non-koding baik untuk studi evolusi dan untuk mengidentifikasi penanda genetik intraspesifik karena mudah diamplifikasi dan memiliki ukuran yang tidak terlalu panjang (Tarbelet et al., 1991). Daerah non-koding pada DNA kloroplas dianggap lebih sesuai untuk studi kekerabatan mulai tingkat jenis hingga suku (Tsai et al., 2006).
          Penelitian ini bertujuan untuk melihat variasi intraspesifik berdasarkan variasi DNA kloroplas pada sekuen trnL-F intergenic spacer pada 5 sampel B. macrophylla Griffit yang diperoleh dari berbagai pulau di Indonesia termasuk kepulauan Maluku (Ambon), pulau Sumatera (Sumatera Barat, Aceh Timur), Pulau Jawa (Banten), dan pulau Kalimantan (Kalimantan Barat).

BAHAN DAN METODE

           Sampel diperoleh dari 5 tempat di Indonesia yaitu Ambon (AMI), Banten (BA5), Lhoksukon Aceh (SN), Batu Sangkar, Sumatera Barat (BS4) dan Kalimantan Barat (KB5) (Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan antara Januari-Desember 2014.


Gambar 1. Peta pengambilan sampel. (1) Lhoksukon, Aceh Utara, (2) Batu Sangkar, Sumatera Barat, (3) Banten, (4) Kalimantan Barat, (5) Ambon, Kepulauan Maluku

Isolasi DNA
           DNA diisolasi dari daun tanaman B. macrophylla Griffit menggunakan metode Doyle & Doyle (1987) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 0,15 mg sampel digerus menggunakan mortar steril dengan tambahan pasir kuarsa dan 0,6-0,8 buffer ekstraksi (10% CTAB; 0,5 M EDTA (pH 8,0);1 M Tris-HCl (pH 8,0);5 M NaCl; 1% b-mercaptoethanol) dan kemudian divortes hingga homogen. Larutan diinkubasi pada suhu 650C selama 1 jam kemudian diberi penambahan 0,6-0,7 ml buffer purifikasi (Kloroform : Isoamil Alkohol = 24:1 v/v), selanjutnya larutan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Supernatan dipindahkan kedalam tabung ependorf 2 ml steril dan diberi penambahan 500-600 ml 2-propanol dingin dan diinkubasi selama 1 malam di dalam freezer. Larutan kemudian di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm. Fase cair kemudian dibuang sedangkan fase padat/pelet di kering anginkan. Selanjutnya untuk penyimpanan, pelet dilarutkan dalam 100 ml TE (1 M Tris-HCl pH 8.0; 0,5 M EDTA pH 8,0; dan aquades).

Amplifikasi penanda DNA Kloroplas dan Sekuensing
      Reaksi PCR dengan menggunakan penanda DNA Kloroplas menggunakan primer cpDNA forward 5’- GGTTCAAGTCCCTCTATCCC -3’ dan primer cpDNA reverse 5’-ATTTG AACTGGTGACACGAG -3 dengan total volume reaksi 25 ml (2,5 ml DNA template; 2,5 ml primer forward; 2,5 ml primer reverse; 5 ml distilled water; 12,5 ml PCR mix (FasStart PCR Master Mix Roche). Amplifikasi menggunakan mesin Thermalcycler (Qiagen) dengan kondisi predenaturasi pada suhu 970C selama 5 menit, diikuti 40 siklus dengan kondisi reaksi denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, annealing pada suhu 520C selama 1 menit, dan extension pada suhu 720C selama 2 menit, kemudian ditambahkan post-extension pada suhu 720C selama 5 menit. Produk PCR kemudian divisualisasi menggunakan gel agarose 1%  yang telah diisi SYBR® Safe DNA Gel Stain sebanyak 4 ml. Sebanyak 6 ml produk PCR ditambahkan dengan Loading Dye 1 ml di running bersama dengan marker 100 bp DNA Ladder menggunakan elektroforesis pada tegangan 100 V selama 45 menit. Visualisasi pita yang muncul dilakukan menggunakan Gel Documentation. Jika pita hasil elektroforesis telah muncul, maka produk PCR selanjutnya dikirim ke 1st Base DNA Sequencing Service untuk disekuensing.

Analisis Data
          Data molekuler berupa hasil dari sekuensing sekuen trnL-F intergeneric spacer DNA kloroplas akan dianalisis menggunakan software BioEdit untuk menentukan konsensus sekuen berdasarkan sekuen konservatif dan MEGA 6.06 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk membangun kladogram. Hasil sekuensing akan di alignment menggunakan Clustal W yang terdapat pada MEGA 6.06  dan kemudian kladogram akan dibangun berdasarkan hasil alignment data sekuen. Analisis sekuen konservatif dilakukan untuk mengetahui tingkat mutasi dan jenis mutasi intraspesifik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
         Sekuen trnL-F dari DNA kloroplas yang diamplifikasi menggunakan primer cpDNA forward dan cpDNA reverse berhasil di amplifikasi seluruhnya. Produk PCR memiliki panjang antara 415-430 bp.


Gambar 2. Hasil elektroforesis PCR product menghasilkan panjang DNA berkisar 400-500 bp. M: Marker, AO: Anacardium occidentale, AMI: Ambon, BA5: Banten, BS4: Batu sangkar, KB5: Kalimantan barat, SN: Lhoksukon, MI: Mangifera indica

          Hasil alignment 5 sekuen trnL-F menunjukkan bahwa terdapat 455 karakter dimana terdapat 397 (93,2 %) mengandung conserved region dan  29 (6,8 %) variable sites. Hasil ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F dari DNA kloroplas B. macrophylla Griffit sangat konservatif. Hal ini mengkonfirmasi bahwa sekuen trnL-F pada DNA kloroplas memiliki variasi yang rendah dan sulit digunakan untuk membedakan antar spesies, apalagi membedakan keragaman genetik antar spesies. Menurut Harsono (2013) B. macrophylla Griffit yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Ambon memiliki sedikit variasi. Hal ini sesuai dengan Tarbelet (2007) yang menyatakan bahwa meskipun sekuen trnL-F mudah diamplifikasi, kemampuannya untuk mendeteksi variasi pada tingkat spesies sangat rendah.
Pada hasil sekuen trnL-F, terlihat variasi genetik antar dimana variasi ini dapat berupa subtitusi, insersi, maupun delesi. Hasil multiple alignment trnL-F DNA lima sampel B. macrophylla Griffit disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Urutan Hasil Multipe Alignment menggunakan Clustal W MEGA 6.06
Kode   Urutan Hasil Multipe Alignment
AMI   -------CCA AGGGCCATTT --ACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
BA5   ---------A AGGGCCCTTT --ACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
BS4   --------AA AGGGC--ATT TA-CTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
KB5   CCCCCCAAAA AGGGCCCATT TAACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT
SN    CCCCCCAAAA AGGGCCCATT TAACTCCCTA ACGATTTATC CTATGTTAGT

AMI   GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
BA5   GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
BS4   GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
KB5   GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA
SN    GGTTCCAATT TCGTTATGTT TCTCATTCAT CCTACTCTTT TCCATTTGTA

AMI   TCCGAGCAGA ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
BA5   TCCGAGCAGA ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
BS4   TCCGAGCAGA ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
KB5   TCCGAGCAGA ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG
SN    TCCGAGCAGA ATTTTTTCTC TTATCATACA CAAGTCGTGT GGTATATAGG

AMI   ATACACGTAG AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
BA5   ATACACGTAG AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
BS4   ATACACGTAG AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
KB5   ATACACGTAG AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT
SN    ATACACGTAG AAATGAACAC TTTGGAGCAA GGAATCTCCA TGTGAATGAT

AMI   TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
BA5   TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
BS4   TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
KB5   TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG
SN    TCACAATCCA TCTCATTGCT CATACTGAAA CTTACAAAGT CTTCTTTTTG

AMI   AATATTCAAG AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
BA5   AATATTCAAG AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
BS4   AATATTCAAG AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
KB5   AATATTCAAG AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC
SN    AATATTCAAG AAATGCAATT TCCCGTCCAA GACTTTTAAT ACTGAATTGC

AMI   GTCTTTTTTA ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
BA5   GTCTTTTTTA ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
BS4   GTCTTTTTTA ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
KB5   GTCTTTTTTA ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT
SN    GTCTTTTTTA ATTGACATCG ACCCAACCCA TCTAGTAAAA TGAAAATGAT

AMI   GCGTCGGTAA TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
BA5   GCGTCGGTAA TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
BS4   GCGTCGGTAA TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA
KB5   GCGTCGGTAA TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGCCAG AGGACTGAAA
SN    GCGTCGGTAA TGGTCGGGAT AGCTCAGCTG GTAGAGC-AG AGGACTGAAA

AMI   ATCCTCGTGT CACCAGTTCA AATAAA-
BA5   ATCCTCGTGT CACCAGTTCA AATAA--
BS4   ATCCTCGTGT CACAG----- -------
KB5   ATCCTCGTGT CACCAGTTCA AATAA--
SN    ATCCTCGTGT CACAGGTTCA AATAAAA

          B. macrophylla Grifit mengalami insersi/delesi pada sekuen trnL-F pada basa ke 1-9,16, 17, 21-23, 388, dan 415-427 setelah semua sekuen B. macrophylla Grifit disejajarkan. Variasi yang muncul pada sekuen trnL-F terjadi pada basa ke 8, 9, 17, dan 415.
      Analisis filogenetik terhadap data hasil sekuensing sekuen trnL-F menggunakan metode Maximum Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter model menunjukkan hasil topologi yang memiliki kesamaan. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen trnL-F hasil rekontruksi dengan metode Maximum Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter model disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil rekontruksi pohon filogenetik pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa B. macrophylla Griffit asal Kalimantan barat terpisah dari B. macrophylla Griffit asal Banten, Aceh, Sumatera Barat dan Ambon. B. macrophylla Griffit asal Sumatera barat memiliki kedekatan dengan B. macrophylla Griffit asal Lhoksukon, Aceh, sedangkan B. macrophylla Griffit asal Ambon memiliki kedekatan dengan B. macrophylla Griffit asal Banten. Hal ini dapat dikarenaka oleh letak geografi Sumatera barat lebih dekat dengan Aceh sehingga hubungan kekerabatan yang lebih dekat. B. macrophylla Griffit asal Kalimantan barat terpisah dikarenakan letak geografi pulau Kalimantan yang berada lebih ke utara jika dibandingkan dengan Ambon dan Banten dan dipisahkan oleh laut Jawa. Kedekatan hubungan kekerabatan antara B. macrophylla Griffit asal Ambon dan Banten menjadi informasi terbaru dan diperlukan analisis dan informasi tambahan untuk mengkaji hubungan kekerabatan antara B. macrophylla Griffit di dua lokasi yang secara letak geografi cukup jauh.

Gambar 3.Pohon filogenetik sekuen trnL-F  dari Bouea macrophylla Griffit dan outgroup A. occidentale dan M. indica hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter model. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.

Gambar 4.Pohon filogenetik sekuen trnL-F  dari  5 sampel Bouea macrophylla Griffit  hasil rekonstruksi dengan menggunakan metode Maximum Likelihood berdasarkan kimura-2-parameter model. Percabangan dianalisis dengan nilai bootstrap >50% dari 1000 ulangan.

      Sekuen trnL-F kurang sesuai jika digunakan untuk membangun pohon filogenetik (Brinegar, 2009), akan tetapi data hasil penelitian menunjukkan adanya subtitusi nukleotida sehingga sekuen trnL-F dapat digunakan sebagai penanda molekuler untuk menentukan variasi intraspesifik pada B. macrophylla Griffit. B. macrophylla Griffit memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan A. occidentale dibandingkan dengan M. indica.
      Jarak genetik dihitung menggunakan MEGA 6.06 untuk membandingkan urutan sekuen dan melihat kesamaan sekuen antara semua sekuen hasil sekuensing yang telah diperoleh. Jarak genetik sekuen trnL-F DNA Kloroplas B. macrophylla Griffit. Dari 5 sampel disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jarak genetik sekuen trnL-F DNA Kloroplas B. macrophylla Griffit.

AO
AMI
BA5
BS4
KB5
SN
MI
Anacardium occidentale (AO)
ID

B. Macrophylla (AMI)
0,01335
ID

B. Macrophylla (BA5)
0,01335
0,00000
ID

B. Macrophylla (BS4)
0,02147
0,00798
0,00798
ID

B. Macrophylla (KB5)
0,01605
0,00265
0,00265
0,00531
ID

B. Macrophylla (SN)
0,02147
0,00798
0,00798
0,00000
0,00531
ID

Mangifera indica (MI)
0,57209
0,57838
0,57838
0,57838
0,57923
0,57838
ID

Keterangan:
AMI = Asal Ambon, BA5 = Asal Banten, BS4 = Asal Batu Sangkar, Sumatera Barat, KB5 = Asal kalimantan Barat, SN = Asal Lhoksukon, Aceh Utara

        Tabel 2 menunjukkan adanya jarak genetik yang rendah antara hasil sekuen pada sampel satu dengan sampel lainnya pada B. macrophylla Griffit dan menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan A. occidentale dan M. indica. Jarak genetik tertinggi terdapat pada antara SN dengan AMI dan SN dengan BA5 serta BS4 dengan AMI dan BS4 dengan BA5 dengan jarak genetik 0,00798. Jarak genetik terendah terdapat antara antara AMI dan BA5 dan SN dengan BS45 dengan jarak genetik 0. Hal ini menunjukan bahwa sekuen trnL-F memiliki kemampuan yang rendah untuk melihat variasi genetik intraspesies tetapi memiliki kemampuan yang cukup baik untuk melihat variasi genetik antar spesies. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa sampel out group yang menggunakan M. indica menunjukkan jarak genetik yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,57838 hingga 0,57923, sedangkan pada A. occidentale menunjukkan jarak genetik yang cukup rendah yaitu berkisar antara 0,01335 hingga 0,02147 yang menunjukkan bahwa A. occidentale memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan B. macrophylla Griffit dibandingkan M. occidentale. Hal ini menunjukkan bahwa sekuen trnL-F mampu membedakan dengan cukup baik antara genus Mangifera, Anacardium, dan genus Bouea. Daerah non-koding merupakan daerah yang menunjukkan frekuensi mutasi yang paling tinggi sehingga dimungkinkan terdapat banyak perbedaan pada daerah tersebut baik antar jenis maupun dalam jenis (Tsai et al., 2006).
         Sekuen trnL-F memiliki tingkat keterbatasan dalam menentukan perbedaan tingkat infraspesifik sehingga untuk tanaman lain yang memiliki tingkat variasi fenotip yang rendah, tidak disarankan menggunakan sekuen trnL-F sebagai menanda molekuler (Fatinah et al., 2013). Pada tanaman B. macrophylla Griffit, wilayah trnL-F menunjukkan adanya tingkat mutasi yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai penentu variasi intraspesifik.

KESIMPULAN
      B. macrophylla Griffit yang berasal dari pulau Sumatera (Batu sangkar, Sumatera barat dan Lhoksukon, Aceh) memiliki variasi genetik yang lebih kecil dan kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan B. macrophylla Griffit yang berasal dari luar pulau Sumatera. B. macrophylla Griffit yang berasal dari Kalimantan barat memiliki cabang yang memisah jika dilihat dari pohon filogenetik. B. macrophylla Griffit asal Banten memiliki kedekatan dengan B. macrophylla Griffit asal Ambon. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa sekuen trnL-F dapat digunakan untuk menentukan variasi intraspesifik pada B. macrophylla Griffit dari berbagai letak geografi yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH
      Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementrian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas pendanaan bagi penelitian ini melalui Program Hibah Kompetitif Nasional, Skim Hibah Penelitian Fundamental Tahun 2015/2016 dan  laboratorium molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.

DAFTAR PUSTAKA          
Adjie, B., Takamiya, M., Ohta, M., Ohsawa, T. A., Watano, Y. 2008. Molecular Phylogeny of the Lady Fern Genus Athyrium in Japan Based on Chloroplast rbcL and trnL-trnF Sequences. Acta Phytotaxonomica et Geobotanica 59 (2):79-95.
Brinegar, C. 2009. Assessing evolution and biodiversity in plants at the molecular level. Kathmandu University of Science, Engineering and Technology. Vol 5, No II, 2009, pp. 149-159
Clegg, M.T., Learn, G.H., Golenberg, E.M. 1991. Molecular evolution of chloroplast DNA. In: Selander RK, Clark AG, Whittam TS (eds) Evolution at the Molecular Level, Clegg MT, Learn GH, Golenberg EM: Molecular evolution of chloroplast DNA. In: Selander RK, Clark AG, Whittam TS (eds) Evolution at the Molecular Level, pp. 135-149
Palmer, J.D., Jansen, R.K., Michaels, H.J., Chase, M.W., Manhart, J.R. 1988. Chloroplast DNA variation and plant phylogeny. Ann Missouri Bot Garden 75:1180-1206
Fatinah, A.A., Arumingtyas, E.L., dan Mastuti, R. 2013. Infraspesific Classification in Amaranthus spinosus Based on Morphological and Molecular Data. The Third Basic Science International Conference: B01-1
Ghazali, M.N. and Mohammad, A.L. 2014. Comparative Leaves Anatomical Studies of Bouea, Mangifera, and Spondias (Anacardiaceae) in Malaysia. Journal of Life Sciences, Volume 8, number 9
Harsono, T. 2013.  Marga Bouea (Anacardiaceae) di Malesia. Makalah Seminar Nasional Biologi Tanggal 13 April 2013 di FMIPA USU
Holt, S. D. S., Horová, L., Bureš, P., Janecek, J., Cernoch, V. 2005. The trnL-F Plastid DNA Characters of Three Poa pratensis (Kentucky Bluegrass) Varieties. Plant, Soil and Environment 51 (2):94-99
Hou, D. 1975. Anacardiaceae. In: van Steenis, C.G.G.J. (Editor): Flora Malesiana, Series 1. Vol. 8. p. 468.
Papilaya, P.M. 2007. Kajian Ekologi Gandaria (Bouea macrophylla) hubungannya dengan produksi dan kualitas buah pada ketinggian dari permukaan laut yang berbeda di pulau Ambon (Suatu analisis tentang tumbuhan endemik daerah Maluku). Disertasi. Prodi Biologi. UM-Malang
Rehatta, H.  2005. Potensi dan pengembangan tanaman gandaria (Bouea macrophylla Griffith) di desa Soya Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Laporan Hasil Penelitian.  Lemlit. Universitas Pattimura. Ambon.
Rifai, M.A., 1992. Bouea macrophylla Griffith. In Coronel, R.E. & Verheij, E.W.M. (Eds.): Plant Resources of South-East Asia. No. 2: Edible fruits and nuts. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 104-105.
Taberlet, P., Coissac, E. Pompanon, F., Gielly, L., Muqiel, C., Valentini, A., Vermat, T., Corthier, G., Brochman, dan C., Willerslev, E. 2007. Power and limitations of the chloroplast trnL (UAA) intron for plant DNA barcoding. Nucleic Acids Res. 35(3) : e14.
Taberlet, P., L. Gielly, G. Pautou, and J. Bouvet. 1991. Universal primers for amplification of three non-coding regions of chloroplast DNA. Plant Molecular Biology 17: 1105-1109

Tsai, L., Yu, Y., Hsieh, H., Wang, J., Linacre, A., Lee, J. C. 2006. Species Identification Using Sequences of the trnL Intron and the trnL-trnF IGS of Chloroplast Genome Among Popular Plants in Taiwan. Forensic Science International 164:193-200

Tidak ada komentar:

Posting Komentar